Pelonggaran Moneter: BI Turunkan Suku Bunga, Inflasi 2026 Diprediksi 2,94 Persen

Shopee Flash Sale

Bank Syariah Indonesia (BSI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 akan mencapai 5,28 persen. Proyeksi ini didukung oleh konsumsi rumah tangga yang stabil, investasi dalam negeri yang meningkat, serta belanja fiskal yang tetap ekspansif.

Inflasi diperkirakan terkendali di angka 2,94 persen, masih sesuai dengan target Bank Indonesia (BI). Kondisi ini membuka ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate secara bertahap menjadi 4,25 persen pada akhir tahun 2026.

Faktor Pendukung Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Chief Economist BSI, Banjaran Surya Indrastomo, terdapat delapan pilar utama yang menjadi landasan proyeksi ekonomi 2026. Pilar-pilar tersebut meliputi normalisasi perdagangan global, realokasi aset ke emerging markets, serta meningkatnya daya tarik rupiah. Selain itu, program prioritas pemerintah dan “Efek Purbaya” pada kebijakan ekonomi turut berkontribusi.

Penguatan konsumsi rumah tangga tetap menjadi penggerak utama Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, investasi terutama Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) diperkirakan akan mempercepat pertumbuhan sektor industri pengolahan, perdagangan, serta jasa informasi dan komunikasi.

Pelonggaran Moneter dan Inflasi Terkendali

Inflasi 2026 berpotensi berada di bawah tiga persen, tepatnya sekitar 2,94 persen. Risiko inflasi terutama berasal dari volatilitas harga pangan akibat kondisi cuaca. Karena itu, BI dapat melakukan penurunan suku bunga secara berhati-hati agar tetap menjaga stabilitas rupiah dan ekspektasi inflasi.

Banjaran menyatakan, ruang pelonggaran moneter terbuka, tetapi tidak akan agresif. Tujuannya adalah menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga agar kondisi makroekonomi tetap kondusif.

Efek Purbaya dan Stabilitas Likuiditas Perbankan

“Efek Purbaya” menunjukkan sinergi kebijakan fiskal ekspansif dan langkah moneter yang hati-hati. Pemerintah telah menempatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp276 triliun di perbankan, termasuk BSI. Kebijakan ini membantu memperkuat likuiditas perbankan dan menurunkan biaya dana (cost of fund).

Dampaknya, pertumbuhan pembiayaan (lending) diperkirakan dapat kembali ke kisaran dua digit. Hal ini sangat penting untuk mendukung kegiatan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, serta memulihkan kelas menengah secara berkelanjutan.

Prospek dan Tantangan Ekonomi 2026

Meski lanskap global masih penuh ketidakpastian, Indonesia dipandang memiliki fondasi domestik yang kuat. Pemanfaatan ekonomi dan keuangan syariah nasional semakin diperkuat untuk mendorong inklusivitas serta keberlanjutan pertumbuhan.

Namun, tantangan yang perlu diwaspadai meliputi kondisi iklim yang dapat memengaruhi harga pangan dan kebutuhan penciptaan lapangan kerja berkualitas. Dengan kebijakan moneter yang cermat dan dukungan fiskal tepat, Indonesia diharapkan dapat memasuki fase pertumbuhan yang lebih kuat dan inklusif pada tahun 2026.

Berbagai sektor seperti industri pengolahan, perdagangan, akomodasi, serta jasa informasi dan komunikasi diperkirakan tumbuh di atas rata-rata PDB. Hal ini menjadi indikasi bahwa pelonggaran moneter yang disertai penguatan investasi domestik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

Secara keseluruhan, proyeksi penurunan BI Rate seiring inflasi yang terkendali menandai sinyal positif bagi stabilitas ekonomi Indonesia menuju 2026. Otoritas diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan stabilitas melalui kebijakan moneter dan fiskal yang terkoordinasi dengan baik.

Baca selengkapnya di: www.suara.com

Berita Terkait

Back to top button