Sederet Fakta Peretasan Rp200 Miliar via BI Fast dan Langkah Pengawasan OJK Terbaru

Shopee Flash Sale

Kasus peretasan senilai Rp200 miliar melalui sistem pembayaran BI Fast mengungkap celah serius dalam keamanan siber sektor perbankan Indonesia. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran soal keamanan data dan dana nasabah, serta mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil tindakan cepat dan terstruktur.

OJK segera melakukan pemeriksaan menyeluruh ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) di seluruh Indonesia. Fokus utama adalah memastikan bank memperkuat ketahanan dan keamanan terhadap serangan siber setelah insiden pembobolan tersebut.

Langkah-langkah Penguatan Keamanan oleh OJK

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan telah meminta bank untuk meningkatkan manajemen risiko. Ini termasuk penyempurnaan sistem deteksi penipuan (fraud detection system) dan perkuatan proses kenali nasabah (know your customer/KYC).

OJK juga mendorong evaluasi berkala terhadap profil dan batas transaksi nasabah serta penguatan manajemen risiko pihak ketiga. Bank diminta membentuk tim tanggap insiden siber dan rutin melakukan pelatihan keamanan bagi karyawan.

Selain itu, OJK telah mengirim surat pembinaan terkait tindakan atas transaksi anomali, termasuk menghentikan sementara transaksi guna klarifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerugian lebih lanjut dan menjaga stabilitas sistem pembayaran.

Regulasi dan Kolaborasi Pengawasan Teknologi

OJK menegaskan penerapan regulasi yang ketat dalam penggunaan teknologi informasi bank. Salah satunya POJK No.11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum dan SEOJK Nomor 29/SEOJK.03/2022 mengenai Ketahanan dan Keamanan Siber.

Kerja sama intensif antara OJK dan Bank Indonesia (BI) juga berjalan untuk mengantisipasi risiko di sektor sistem pembayaran. Koordinasi ini penting untuk menjaga sistem tetap andal sekaligus memberikan pelindungan kepada konsumen.

Dimensi Kejahatan Siber Terorganisasi

Dian menilai pembobolan BI Fast bukan tindakan individu semata, tetapi merupakan bagian kejahatan terorganisir (organized crime). Dana yang dicuri berpotensi dialihkan ke aset kripto global sehingga sulit dilacak.

Karena sifat kejahatan siber lintas negara, OJK mendorong lembaga internasional menjadikan persoalan ini isu global. Upaya kolaborasi antarnegara diperlukan untuk memberantas aktivitas tersebut secara efektif.

Respons Bank Indonesia terhadap Kasus

Bank Indonesia melalui Kepala Departemen Komunikasi Ramdan Denny Prakoso menyampaikan bahwa pihaknya terus memantau penanganan kasus fraud ini. BI meminta bank yang terdampak memperketat prosedur pengamanan transaksi demi menjaga stabilitas sistem pembayaran.

BI menegaskan pengembangan BI Fast sudah sesuai dengan standar operasional dan keamanan yang berlaku. Namun, setiap bank peserta harus mengutamakan pengamanan internal, terutama pada penggunaan penyelenggara penunjang.

Denny menuturkan, kekuatan sistem teknologi informasi sangat bergantung pada titik terlemah komponen-komponennya. Oleh karena itu, perbaikan terus menerus dan audit rutin sangat diperlukan.

Pentingnya Membangun Kesadaran dan Ketahanan Siber

OJK tidak hanya menyoroti aspek teknis, tapi juga mengedukasi bank agar meningkatkan kesadaran keamanan (security awareness). Latihan dan sosialisasi rutin membantu memperkuat kesiapan menghadapi insiden siber.

Langkah-langkah ini diambil agar perbankan mampu menghadapi ancaman fraud yang kian kompleks. OJK juga mendorong seluruh pemangku kepentingan dalam industri keuangan untuk mendukung peningkatan keamanan digital secara berkelanjutan.

Kasus pembobolan yang menimpa sistem BI Fast ini membuka mata pemerintah dan industri perbankan soal pentingnya ketahanan siber. Pengawasan ketat, penguatan regulasi, dan kerja sama internasional menjadi fondasi utama agar insiden serupa tidak terulang di masa depan.

Baca selengkapnya di: finansial.bisnis.com

Berita Terkait

Back to top button