Asuransi khusus kredit untuk pinjaman online atau fintech P2P lending kini hadir lewat skema konsorsium yang digagas oleh PT Asuransi Central Asia (ACA). Konsorsium ini beranggotakan lima perusahaan asuransi yang belum diungkap satu per satu, bertujuan memberikan perlindungan risiko gagal bayar.
Menurut Kepala Divisi Corporate Secretary ACA, Ody Mahendra Rajasa, besaran premi asuransi ditentukan oleh beberapa faktor utama. Faktor tersebut meliputi exposures atau paparan risiko, tingkat risiko, performa lender dan platform, serta program mitigasi risiko yang dijalankan.
Ketentuan pertanggungan produk ini meliputi batas maksimum tanggung jawab konsorsium dan pembagian risiko antar peserta konsorsium. Masa pertanggungan pun dibatasi maksimal 12 bulan untuk setiap lender atau platform yang masuk dalam program asuransi ini.
Produk asuransi kredit fintech P2P lending ini menjadi inovasi penting dalam memperkuat ekosistem digital yang sehat dan berkelanjutan. Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), Azuarini Diah Parwati, menilai perlindungan ini dapat mengelola risiko gagal bayar secara lebih efektif.
Menurut Azuarini, kehadiran produk ini akan meningkatkan kepercayaan pelaku fintech dan masyarakat terhadap industri P2P lending. Selain itu, peluang perluasan pasar industri asuransi umum turut terbuka seiring berkembangnya produk finansial digital.
Penetapan tarif premi perlu dilakukan secara hati-hati dan berbasis manajemen risiko yang kuat. Aspek yang diperhatikan antara lain kualitas penyaluran pembiayaan, data kredit historis, dan sistem credit scoring yang digunakan oleh platform fintech.
Azuarini menegaskan premi yang terlalu tinggi bisa menurunkan minat lender, sementara premi terlalu rendah berpotensi merugikan keberlanjutan perusahaan asuransi. Kejelasan cakupan risiko dan mekanisme klaim pun harus diatur agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Transparansi data serta kolaborasi erat antara perusahaan asuransi dengan penyelenggara P2P lending menjadi faktor kunci dalam kelancaran proses klaim. Kerja sama ini diharapkan dapat menjamin klaim diproses tepat waktu dan sesuai prosedur.
Dari sisi ekonomi digital, Direktur Celios Nailul Huda juga memperingatkan agar tarif premi dipatok secara proporsional. Tarif premi yang terlalu mahal dapat melemahkan minat investasi di sektor fintech lending.
Namun, Nailul mengingatkan bahwa risiko gagal bayar sangat tinggi dan perlindungan asuransi memang diperlukan untuk menjaga keamanan lender. Peningkatan premi berimplikasi pada kenaikan bunga pinjaman yang harus dibayar peminjam.
Moral hazard menjadi risiko lain yang wajib diwaspadai dalam implementasi asuransi kredit fintech. Jika borrower tahu bahwa pinjaman diasuransikan, mereka mungkin tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas pembayaran kembali.
Nailul menyarankan informasi mengenai asuransi ini harus diminimalisir bagi borrower agar tidak terjadi perubahan perilaku negatif. Dia menegaskan lender tetap menjadi pihak yang mengetahui status pertanggungan kredit secara langsung.
Secara keseluruhan, peluncuran produk asuransi kredit fintech lending oleh ACA serta mitra konsorsium diharapkan memberi perlindungan optimal. Langkah ini memperkuat ekosistem fintech dengan pengelolaan risiko yang lebih matang dan transparan.
Pihak terkait terus mengupayakan agar premi yang diterapkan tepat guna dan mekanisme klaim berjalan efisien. Ini menjadi tonggak penting dalam menguatkan kepercayaan investor, lender, dan calon peminjam di layanan pinjam meminjam fintech.
Baca selengkapnya di: finansial.bisnis.com





