Industri penunjang minyak dan gas (migas) di Indonesia mengalami perkembangan pesat. Kini sektor ini tidak hanya sebagai pelengkap, tetapi menjadi kekuatan utama dalam memperkuat industri nasional dan mengurangi ketergantungan impor.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan bahwa penguatan industri penunjang migas merupakan langkah strategis menuju kemandirian ekonomi. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa kebijakan penggunaan produk lokal sudah berjalan sesuai tujuan.
Peran Strategis Industri Penunjang Migas
Industri penunjang migas kini berfungsi sebagai tulang punggung bagi sektor industri nasional. Agus menyampaikan, pemerintah berkomitmen memaksimalkan pemanfaatan produk dalam negeri untuk memperkokoh struktur industri serta mengurangi impor.
Direktur Jenderal ILMATE Kemenperin, Setia Diarta, menunjukkan contoh keberhasilan PT Teknologi Rekayasa Katup (TRK) di Cikande, Serang. PT TRK memproduksi katup berteknologi tinggi, seperti ball valve dan manifold, yang sangat vital untuk migas dan pembangkit listrik.
Setia mengatakan, kapasitas produksi PT TRK mencapai 12.000 unit per tahun. Produk mereka tidak hanya dipasok di dalam negeri, tetapi juga menembus pasar Timur Tengah, membuktikan daya saing teknologi dan kualitas produk lokal.
Kemudahan Aturan TKDN Memacu Industri Lokal
Pemerintah mengeluarkan Permenperin Nomor 35 Tahun 2025 untuk menyederhanakan penilaian Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Aturan ini bertujuan agar proses penilaian berlangsung cepat, transparan, dan mendorong persaingan usaha yang sehat.
Direktur Utama PT TRK, Soni, mendukung kebijakan itu dan mengingatkan perlunya perlindungan terhadap produk impor yang bisa membanjiri pasar lokal. Ia juga menyoroti pentingnya kemudahan akses bahan baku agar biaya produksi tetap kompetitif.
Sinergi Kebijakan dan Komitmen Sektor Hulu
Sektor hulu migas juga mendukung penggunaan produk dalam negeri. Vice President Bisnis SKK Migas, Maria Kristanti, menyebut TKDN sebagai indikator kinerja utama. Dari 2020 hingga 2025, belanja hulu migas mencapai Rp388 triliun dengan komitmen TKDN sebesar 59 persen.
Di Jawa Timur, 63 persen kontrak senilai Rp9,34 triliun didominasi produk dalam negeri. Hal ini menegaskan sinergi kuat antara kebijakan pemerintah, kemampuan produsen lokal, dan ketegasan SKK Migas dalam mendorong industri nasional.
Kebijakan pro-industri lokal ini memperkuat manufaktur nasional sekaligus menciptakan efek berganda bagi ekonomi. Peluang kerja terbuka luas, kapasitas teknologi meningkat, dan daya saing Indonesia makin kuat di pasar global.
Baca selengkapnya di: mediaindonesia.com