PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) menilai kebijakan Bank Indonesia yang menetapkan obligasi SMF sebagai instrumen underlying dalam transaksi Repurchase Agreement (repo) akan mendorong bangkitnya pasar obligasi tenor panjang. Sebelumnya, surat utang dengan tenor 10-20 tahun kurang diminati karena dianggap tidak likuid dan sulit diuangkan oleh bank saat membutuhkan dana cepat.
Kepala Divisi Riset Ekonomi SMF, Martin Daniel Siyaranamual, menjelaskan bahwa pasar obligasi Indonesia selama ini lebih memilih tenor pendek 1-5 tahun. Namun dengan obligasi SMF yang ber-rating idAAA kini dapat direpokan ke BI, perbankan memperoleh jalur exit dan likuiditas yang jelas. Hal ini diyakini akan meningkatkan minat investasi pada tenor panjang.
Dinamika Pasar Obligasi Tenor Panjang
Menurut Martin, fasilitas repo BI menciptakan insentif baru bagi bank dan investor institusi untuk memilih obligasi tenor panjang yang selama ini kurang fleksibel. Opsi repo ini membuat instrumen tenor panjang jadi lebih likuid dan menarik karena bisa diuangkan kapan saja dengan cepat.
SMF menambahkan bahwa meningkatnya permintaan akan surat utang tenor panjang akan turut mendorong pendalaman pasar keuangan nasional. Instrumen jangka panjang ini penting karena menjadi sumber pembiayaan proyek besar, termasuk sektor perumahan yang memerlukan dukungan dana berwaktu lama.
Manfaat Penurunan Biaya Pendanaan
Dengan masuknya obligasi SMF dalam fasilitas repo BI, perusahaan dapat menawarkan imbal hasil yang lebih kompetitif kepada investor. Selama ini, spread obligasi SMF terhadap Surat Berharga Negara (SBN) berkisar 100-150 basis poin. Namun, melalui repo BI, spread ini diperkirakan turun menjadi sekitar 80 basis poin.
Martin menyampaikan bahwa penurunan cost of fund tersebut akan meningkatkan kapasitas pembiayaan SMF. Efeknya langsung terlihat pada pendanaan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dan program pembiayaan KPR lainnya seperti Griya Tunas.
Peran Strategis Repo BI dalam Pembiayaan Perumahan
Direktur Utama SMF, Ananta Wiyogo, menjelaskan bahwa pengakuan BI terhadap obligasi SMF sebagai instrumen repo memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Kebijakan ini sekaligus memperluas akses pembiayaan perumahan secara sehat dan berkelanjutan.
Ananta menegaskan bahwa repo berbasis surat utang SMF menyediakan pilihan likuiditas yang lebih luas bagi perbankan. Pilihan likuiditas yang lebih baik ini akan mendukung kelancaran pembiayaan sektor perumahan serta membantu menjaga kestabilan pasar modal.
Kontribusi SMF terhadap Sektor Perumahan
Hingga September 2025, SMF telah menyalurkan pendanaan sebesar Rp14,53 triliun melalui skema sekuritisasi dan pembiayaan bagi sektor perumahan. Selain itu, sejak 2018, SMF juga menyalurkan Rp29,92 triliun untuk KPR FLPP, yang setara dengan pembiayaan sekitar 797.120 unit rumah.
SMF memandang kebijakan repo BI ini sebagai katalis penting untuk menghidupkan kembali instrumen surat utang tenor panjang. Langkah ini akan memberikan dukungan struktural bagi Program 3 Juta Rumah melalui penyediaan pendanaan jangka panjang yang lebih murah dan stabil.
Berbagai data dan pernyataan SMF menegaskan bahwa keberadaan repo BI membuka peluang baru bagi investor untuk berpartisipasi pada instrumen keuangan yang sebelumnya kurang diminati. Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya memperkuat pasar obligasi tenor panjang, tetapi juga mendukung pembangunan sektor perumahan nasional dalam jangka panjang.
Baca selengkapnya di: mediaindonesia.com





