NVIDIA baru-baru ini membuat perubahan signifikan dalam rantai pasok GPU mereka. Perusahaan menghentikan pengiriman chip VRAM bersama GPU dies kepada mitra pembuat kartu grafis. Kini, para mitra wajib mendapatkan chip memori GDDR6 atau GDDR7 secara mandiri dari pemasok seperti Samsung, Micron, dan SK Hynix.
Langkah ini dipicu oleh krisis pasokan VRAM yang semakin parah akibat ledakan permintaan dari sektor kecerdasan buatan (AI). Sumber terpercaya seperti leaker “Golden Pig Upgrade” mengungkap bahwa penundaan peluncuran seri RTX 50, termasuk varian Super, berpotensi terjadi sampai kuartal tiga 2026 akibat kekurangan chip VRAM ini. Kebijakan baru ini menimbulkan tantangan besar bagi mitra NVIDIA dan konsumen.
Perubahan Rantai Pasok NVIDIA
Sebelumnya, NVIDIA mengadopsi model bisnis terintegrasi yang mengirim GPU dies dan chip VRAM sekaligus ke mitranya. Mitra seperti ASUS, MSI, dan Gigabyte bertugas merancang PCB, sistem pendingin, dan firmware. Model ini memastikan kualitas dan kompatibilitas produk yang konsisten.
Kini, NVIDIA hanya mengirim GPU dies saja. Mitra harus mengamankan chip VRAM sendiri dari pasar. Kondisi ini menunjukkan NVIDIA juga menghadapi kesulitan mendapatkan alokasi memori dari pemasok utama. Hal ini menandai perubahan besar dalam ekosistem produksi GPU yang sudah berlangsung lama.
Akar Masalah: Ledakan AI dan Kelangkaan VRAM
VRAM jenis GDDR6 dan GDDR7 kini ramai diburu untuk kebutuhan AI data center. NVIDIA dan perusahaan teknologi besar seperti Google, Meta, serta Microsoft membutuhkan jenis memori ini untuk akselerator AI seperti NVIDIA H100 dan B100. Fokus pemasok utama Samsung, Micron, dan SK Hynix pun bergeser ke modul HBM yang khusus dipakai di data center.
Produksi GDDR untuk GPU konsumen menjadi berkurang signifikan. Samsung sudah mulai produksi massal GDDR7 3GB dengan kecepatan 28 Gbps, tetapi chip ini kemungkinan baru akan diprioritaskan untuk produk high-end RTX 5080/5090 Super. Ironisnya, peluncuran GPU tersebut tertunda sampai pertengahan 2026 karena masalah VRAM yang sama.
Dampak pada Mitra NVIDIA
Perubahan ini memberikan tekanan berbeda pada mitra NVIDIA sesuai ukuran dan kapabilitasnya:
- Mitra besar seperti ASUS, MSI, dan Gigabyte memiliki akses langsung ke pemasok VRAM, kemampuan negosiasi harga, dan cadangan inventaris strategis. Mereka diperkirakan dapat bertahan meski margin keuntungan menipis akibat harga memori yang melonjak.
- Mitra kecil dan menengah seperti Palit dan Inno3D menghadapi risiko besar. Mereka tidak punya akses langsung ke pemasok utama dan harus membeli VRAM melalui distributor sekunder dengan harga lebih tinggi. Hal ini berpotensi menunda peluncuran produk dan bahkan menghilangkan kemampuan bersaing di segmen high-end.
Kondisi ini semakin memperkuat dominasi beberapa produsen besar, sementara aktor kecil berisiko tersisih dalam ekosistem GPU.
Bagaimana dengan AMD?
Hingga kini, belum ada laporan apakah AMD mengambil langkah serupa atau tidak. Namun, AMD juga mengandalkan pemasok VRAM yang sama, terutama Micron, sehingga tekanan pasokan kemungkinan menyerang mereka juga.
Pasar menunjukkan bahwa RX 9000 series AMD, khususnya RX 9070 XT, kini lebih laris dibandingkan seluruh seri RTX 50 di Jerman. Hal ini bisa jadi karena ketersediaan VRAM mereka lebih stabil. Jika AMD tetap menyediakan VRAM lengkap untuk mitra, hal ini mungkin menjadi keunggulan kompetitif yang signifikan di tengah krisis pasokan.
Lonjakan Harga VRAM dan Dampaknya bagi Konsumen
Krisis pasokan membuat harga chip VRAM meningkat tajam. Harga GDDR6X naik antara 25% hingga 40% sejak awal 2025. GDDR7 bahkan diperkirakan harganya dua hingga tiga kali lipat lebih mahal dari generasi sebelumnya.
Konsekuensinya adalah:
- Kartu grafis custom bisa lebih mahal dibandingkan varian Founders Edition.
- Peluncuran varian kelas menengah seperti RTX 5070 terancam tertunda.
- Pilihan model GPU di pasar berkurang, terutama dari merek kecil.
Konsumen yang menanti upgrade grafis akan menghadapi penantian lebih lama dan kemungkinan harga yang lebih tinggi.
Implikasi Jangka Panjang bagi Industri GPU
Krisis VRAM ini berpotensi mengubah lanskap industri GPU secara signifikan. Beberapa kemungkinan dampak jangka panjang meliputi:
- Konsolidasi pasar, di mana hanya mitra besar dengan akses kuat ke pemasok yang bertahan.
- Desain GPU menjadi lebih seragam karena keterbatasan komponen.
- Fokus NVIDIA beralih dominan ke segmen AI dan data center, bukan gaming.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kesuksesan NVIDIA di bidang AI justru bisa mengganggu bisnis gaming tradisional dan workstation mereka.
Masa depan pasokan VRAM akan jadi kunci industri GPU, terutama di Q4 2025 sampai Q2 2026. Para pengamat industri kini menantikan apakah krisis ini akan berakhir atau justru memicu penundaan massal generasi GPU terbaru. Dengan VRAM yang sangat terbatas, GPU gaming kelas atas pun kini berada dalam bayang-bayang kebutuhan data center yang terus membengkak.
