Potret Vanity Fair Pemimpin Gedung Putih Dirancang Redam Drama Politik Justru Bikin Cibir Online

Shopee Flash Sale

Vanity Fair baru-baru ini merilis foto potret close-up sejumlah pemimpin Gedung Putih yang menjadi bagian dari liputan mengenai tahun pertama pemerintahan kedua Trump. Foto-foto ini menampilkan setiap detail wajah mereka, mulai dari bintik-bintik hingga bekas riasan, dengan gaya potret yang sangat dekat dan jujur.

Fotografer Christopher Anderson, yang berpengalaman dan memenangkan Robert Capa Gold Medal, menjelaskan bahwa tujuan pengambilan gambar ini adalah untuk menembus “teater politik” dan memberikan gambaran yang lebih nyata. Anderson mengatakan, “Saya mencoba memotret untuk menunjukkan sesuatu yang lebih jujur,” tanpa berniat membuat subjek terlihat negatif.

Namun, respons di media sosial tidak seperti yang diharapkan. Foto Karoline Leavitt, Sekretaris Pers Gedung Putih yang hanya berusia 28 tahun, menarik perhatian khusus karena menampilkan segala ketidaksempurnaan wajahnya secara sangat jelas. Unggahan foto ini mendapat lebih dari 20.000 tampilan dan 2.000 komentar dalam waktu kurang dari delapan jam. Banyak pengguna Instagram menggambarkan foto-foto ini sebagai “jump scare” dan meminta peringatan konten.

Berikut beberapa tokoh yang dipotret oleh Anderson dan mendapat reaksi di media sosial:

1. Susie Wiles, Kepala Staf Gedung Putih yang berdiri di balik layar pemerintahan Trump
2. JD Vance, Wakil Presiden yang potret wajahnya disebut “menyeramkan” oleh sebagian pengguna
3. Marco Rubio, Menteri Luar Negeri yang potret candid-nya juga disertakan bersama potret close-up
4. Karoline Leavitt, Sekretaris Pers yang potret dekatnya paling banyak dibahas

Dalam wawancara candid yang juga termuat dalam Vanity Fair, beberapa pejabat seperti Wiles memberikan komentar blak-blakan mengenai pemerintahan Trump. Namun, Wiles membantah kebenaran artikel tersebut dan menuduh Vanity Fair mengutip secara keliru.

Anderson mengaku memotret semua subjek dengan cara yang sama. Ia terkesan untuk memotret Leavitt dengan sangat dekat demi mengekspresikan transparansi. Meski demikian, tidak semua pejabat merasa nyaman dengan hasil foto tersebut. Stephen Miller, Wakil Kepala Staf kebijakan, bahkan menyampaikan pesan kepada Anderson tentang pentingnya berhati-hati dalam pemilihan gambar.

Karya seni potret ini menggambarkan sisi manusiawi para pejabat sekaligus memicu kontroversi terkait bagaimana politik dan media berhadapan dengan pengungkapan nyata wajah para penguasa. Vanity Fair berusaha menepis anggapan bahwa foto tersebut dibuat untuk menjatuhkan para pemimpin, melainkan untuk memotret realitas di balik citra politik.

Baca selengkapnya di: www.the-independent.com

Berita Terkait

Back to top button