Eks Pejabat Pertamina Dituduh Rugikan Negara Triliunan Rupiah dalam Kasus Korupsi Riza Chalid

Delapan Eks Petinggi Pertamina Didakwa Rugikan Negara Rp 285 Triliun

Sidang perdana kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (24/12). Delapan terdakwa mantan petinggi Pertamina didakwa melakukan korupsi yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp 285 triliun. Korupsi ini melibatkan kerja sama dengan sejumlah pihak, termasuk pengusaha minyak M Riza Chalid yang kini menjadi buron.

Majelis hakim dipimpin Adek Nurhadi memulai sidang sekitar pukul 10.53 WIB. Para terdakwa yang hadir berasal dari jajaran PT Pertamina dan mitra swasta, seperti Alfian Nasution yang pernah menjabat Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina serta Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga 2021-2023, dan Hasto Wibowo yang menjabat Senior Vice President Integrated Supply Chain Pertamina hingga Juni 2020.

Selain mereka, terdakwa lain adalah Toto Nugroho, Senior Vice President ISC Pertamina pada 2017-2018, Hanung Budya mantan Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina periode 2012-2014, Dwi Sudarsono Vice President Crude & Product Trading & Commercial, dan Arief Sukmara Direktur Niaga PT Pertamina International Shipping. Dua pihak swasta juga turut didakwa, yaitu Indra Putra Harsono dari PT Mahameru Kencana Abadi dan Martin Haendra Nata dari Trafigura.

Kejaksaan Agung menetapkan delapan orang ini sebagai tersangka sejak Juli lalu. Selain mereka, Riza Chalid juga ditetapkan tersangka tetapi hingga kini belum tertangkap. Dalam sidang, jaksa penuntut meminta membacakan tiga surat dakwaan yang mewakili seluruh terdakwa dengan izin majelis hakim.

Kerugian Negara Capai Rp 285 Triliun

Nilai kerugian negara dari kasus ini sangat besar, mencapai Rp 285 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas kerugian keuangan negara sekitar Rp 25,4 triliun dan 2,7 miliar dollar AS. Jaksa menjelaskan ada juga kerugian perekonomian negara sebesar Rp 171,99 triliun akibat kemahalan harga pengadaan bahan bakar minyak (BBM). Kerugian ini berdampak pada beban ekonomi nasional yang membengkak.

Kerugian lain berasal dari keuntungan ilegal atau illegal gain sebesar 2,61 miliar dollar AS. Angka itu diperoleh dari selisih harga impor BBM yang melebihi kuota dibanding harga minyak mentah dan BBM dari sumber dalam negeri. Jaksa menyebutkan bahwa tata kelola pengadaan minyak dan produk kilang selama periode 2013 hingga 2024 penuh manipulasi dan pelanggaran prinsip pengadaan.

Modus Korupsi dalam Pengadaan Minyak

Dalam dakwaan pertama, Toto Nugroho dan beberapa terdakwa lain dianggap menyetujui pembelian minyak mentah dengan skema impor berbasis spot yang harga pengadaannya lebih tinggi dari seharusnya. Mereka juga dianggap mengesahkan pemenang pengadaan yang tidak sesuai dengan kriteria nilai (value based). Tindakan tersebut melanggar etika dan prinsip pengadaan barang dan jasa.

Selain itu, Toto juga didakwa melakukan korupsi dalam pengadaan produk kilang pada Term H2 2018 untuk Gasoline RON 88 dan RON 98. Kalkulasi kerugian bertambah karena Trafigura, pihak swasta yang terkait, belum menyelesaikan klaim kelebihan pembayaran kargo sebesar 2,4 juta dollar AS kepada Pertamina.

Keterlibatan Riza Chalid dalam Sewa Terminal BBM

Dalam dakwaan kedua, Hanung Budya diduga berkolusi dengan Riza Chalid dan pihak swasta lain terkait sewa Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Merak. Kasus ini menyebabkan pengayaan untuk Riza Chalid, anaknya Kerry Andrianto Riza, dan Gading Ramadhan Juedo dari PT Orbit Terminal Merak dengan nilai kerugian hingga Rp 2,9 triliun.

Sementara itu, Alfian Nasution yang juga mantan Vice President Supply dan Distribusi Pertamina disebut terlibat dalam skema ini. Jaksa membeberkan bukti permintaan dan persetujuan sewa terminal yang dilanggar aturan hingga menyebabkan kerugian negara secara signifikan.

Kejaksaan Agung terus meminta bantuan agar buron Riza Chalid dapat segera ditangkap dan diadili dalam kasus ini. Sidang ini menjadi salah satu upaya hukum terbesar dalam memberantas korupsi di sektor energi nasional. Pengawasan dan transparansi pengelolaan migas tetap menjadi fokus penting dalam mencegah kerugian lebih lanjut pada keuangan negara.

Baca selengkapnya di: www.kompas.id

Berita Terkait

Back to top button