
Pemerintah Amerika Serikat terus meningkatkan dukungan militer kepada Taiwan lewat penjualan senjata modern senilai miliaran dollar AS. Langkah ini memicu respons keras dari China yang menggelar latihan militer besar-besaran mengelilingi Taiwan sebagai bentuk peringatan.
Latihan militer yang dimulai pada akhir Desember ini mensimulasikan skenario pengepungan Taiwan dengan melibatkan kekuatan udara, laut, dan roket dari Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA). Aktivitas ini menegaskan posisi keras Beijing terhadap intervensi asing yang dianggap menghalangi reunifikasi China dan Taiwan.
Latihan Militer dan Ancaman Beijing
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menegaskan bahwa upaya pihak luar untuk mempersenjatai Taiwan hanya memperkuat kelompok pro-kemerdekaan dan bisa memicu konflik militer. Latihan militer oleh PLA meliputi pengerahan kapal perusak, frigat, jet tempur, pesawat pengebom, drone, serta rudal jarak jauh.
Latihan difokuskan di kawasan Selat Taiwan termasuk wilayah utara, barat laut, dan barat daya pulau itu. Kolonel Senior Shi Yi dari PLA menjelaskan bahwa latihan menguji kemampuan koordinasi gabungan patroli udara dan laut dengan skema penguasaan supremasi dan blokade pelabuhan laut.
Slogan “Perisai Keadilan, Menghancurkan Mimpi” digunakan dalam latihan ini sebagai simbol peringatan kepada kekuatan asing dan kelompok separatis. Beijing juga menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah perusahaan dan pejabat AS, sebagai tanggapan atas rencana penjualan senjata bernilai 10 miliar dollar AS ke Taiwan yang sedang dibahas di Kongres AS.
Respons Taiwan terhadap Latihan Militer
Pemerintah Taiwan menyikapi latihan militer China dengan meningkatkan kesiapan angkatan bersenjatanya melalui penempatan pasukan reaksi cepat dan latihan kesiapan tempur yang intensif. Kementerian Pertahanan Taiwan secara terbuka mengecam tindakan China yang dianggap agresif dan merusak perdamaian regional.
Juru Bicara Kantor Presiden Taiwan, Karen Kuo, menyebut latihan militer China sebagai ancaman serius yang menggoyahkan stabilitas Selat Taiwan serta kawasan Indo-Pasifik. Taiwan juga menyoroti pentingnya menghargai norma internasional dan menolak intimidasi militer negara tetangga.
Video yang dirilis Kementerian Pertahanan Taiwan menunjukkan unjuk kekuatan militer termasuk armada jet tempur Mirage 2000 dalam berbagai latihan di pangkalan militer Taiwan. Ini menegaskan tekad Taiwan untuk mempertahankan kedaulatan dan meningkatkan sistem pertahanan udaranya melalui proyek “Perisai Taiwan.”
Dinamika Politik dan Geostrategis di Selat Taiwan
Selat Taiwan yang memiliki jarak terdekat hanya sekitar 130 kilometer antara daratan China dan pulau Taiwan menjadi titik panas geopolitik. Pulau Kinmen di Taiwan bahkan berjarak kurang dari 10 kilometer dari kota Xiamen, Provinsi Fujian, China.
Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing semakin sering melakukan manuver militer dengan mengerahkan kapal perang dan jet tempur di dekat Taiwan. Hal tersebut semakin meningkat seiring dengan kegiatan politik dari kubu pro-kemerdekaan di Taiwan.
Meskipun ketegangan meningkat, beberapa tokoh oposisi di Taiwan seperti Wali Kota Chiang Wan-an dari Partai Kuomintang mengajak agar Selat Taiwan menjadi zona damai dan pusat pertumbuhan ekonomi. Pernyataan ini dilempar seusai kunjungannya ke Shanghai sebagai bentuk harapan untuk meredakan ketegangan.
Sejak perpecahan akibat perang saudara China, hubungan yang rumit ini terus berlangsung dengan klaim masing-masing atas kesatuan wilayah. Partai Kuomintang di Taiwan sendiri berupaya menjaga komunikasi dengan Beijing agar konflik tidak meluas menjadi perang terbuka.
Peningkatan penjualan senjata AS ke Taiwan menjadi faktor krusial yang memperkeruh hubungan China-AS dan menambah kecemasan soal keamanan regional. Latihan militer berskala besar yang digelar PLA merupakan eskalasi nyata yang mencerminkan ketegangan yang sangat tinggi dan risiko konflik yang kian nyata di kawasan Selat Taiwan.
Baca selengkapnya di: www.kompas.id




