Praktik Inkonstitusional di Polri Berulang Jika Putusan MK Terus Ditunda

Shopee Flash Sale

Polri didesak segera melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU/XXIII/2025 dengan tegas. Putusan ini menegaskan bahwa anggota Polri hanya boleh menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Penundaan implementasi putusan tersebut mengakibatkan praktik inkonstitusional terus berlanjut. Pada 20 November, Kapolri menarik Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono dari penugasan di Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai wujud komitmen terhadap putusan MK.

Putusan MK mengurai bahwa jabatan di luar kepolisian, terutama jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN), baik manajerial maupun nonmanajerial, harus diisi oleh non-anggota aktif Polri. Namun, hingga 2025 terdapat 4.351 anggota Polri yang menduduki jabatan di luar institusi, termasuk 1.184 perwira aktif. Jumlah ini meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya.

Beberapa perwira tinggi Polri ditugaskan ke kementerian dan lembaga seperti Kementerian Kesehatan, DPD, Kementerian Lingkungan Hidup, dan BNPT. Penempatan tersebut telah menimbulkan kritik karena dianggap melanggar putusan MK dan memperpanjang praktik inkonstitusional.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, meminta Polri tidak menunda proses penarikan anggota aktif dari jabatan sipil. Ia mengimbau agar penarikan perwira struktural segera dilaksanakan dengan tenggat waktu jelas, sementara mekanisme pengganti disiapkan oleh instansi terkait.

Bambang juga menyoroti lemahnya pengawasan DPR, khususnya Komisi III, yang selama ini membiarkan praktik ini terjadi secara masif. Ia menegaskan bahwa meski perubahan pola pikir dan persiapan internal dibutuhkan, hal tersebut tidak boleh menjadi alasan menunda pelaksanaan putusan MK.

Anggota Komisi III DPR Fraksi Golkar, Soedeson Tandra, mengapresiasi penarikan Argo Yuwono sebagai langkah tepat yang mematuhi putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Namun, Tandra juga menyayangkan putusan tersebut karena membatasi peluang polisi untuk menduduki jabatan sipil yang membutuhkan keahlian penegakan hukum.

Komisi III DPR tengah membahas putusan MK tersebut melalui Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan. Panja ini bertugas memberikan masukan dan rekomendasi agar implementasi putusan berjalan efektif dan sesuai koridor hukum yang berlaku.

Baca selengkapnya di: www.kompas.id

Berita Terkait

Back to top button