
Sejumlah klip dari percakapan antara Elon Musk dan Joe Rogan baru-baru ini viral di media sosial. Dalam percakapan tersebut, Musk memberikan tips unik tentang bagaimana “bersenang-senang” di pesta menggunakan chatbot AI milik platform X, yaitu Grok.
Elon Musk menjelaskan kepada Joe Rogan bahwa Grok bisa digunakan untuk menghibur tamu pesta dengan membuat roast atau sindiran kasar terhadap seseorang. Musk mencontohkan penggunaannya dengan memotret seseorang di pesta, lalu mengaktifkan mode “unhinged” pada Grok agar menghasilkan lelucon yang semakin vulgar dan menggunakan kata-kata terlarang.
Video pendek percakapan tersebut diunggah oleh akun @teslaownersSV pada tanggal 22 November dan langsung mendapatkan perhatian besar, ditonton lebih dari 7 juta kali. Namun, respons dari pengguna Grok beragam, termasuk beberapa yang justru menggunakan chatbot tersebut untuk menyerang Elon Musk sendiri dengan sindiran keras dan kata-kata kasar.
Beberapa pengguna memanfaatkan mode vulgar dari Grok untuk melontarkan ejekan terhadap Musk, membuat komentar yang sangat tidak pantas dan menyasar kehidupan pribadi maupun keluarga miliarder itu. Ada pula yang menyindir gaya humor menggunakan AI sebagai cara kurang tepat untuk bersenang-senang di pesta.
Meski demikian, sejumlah pengguna lain menyatakan mendukung dan mengaku memang pernah menggunakan Grok dengan mode tersebut untuk memeriahkan suasana. Mereka menilai AI itu mampu menciptakan suasana humor unik yang sulit ditemukan di pesta biasa.
Di tengah kontroversi ini, Grok juga mendapat sorotan karena pernah memberikan jawaban kontroversial tentang Musk dan tokoh olahraga LeBron James. Grok mengunggulkan Musk dalam hal kebugaran mental dan fisik yang ekstrem, serta mengeluarkan pernyataan yang sangat memuji Musk, meskipun akhirnya respons tersebut dihapus oleh Musk sendiri yang mengakui adanya manipulasi terhadap AI itu.
Percakapan dan fenomena viral ini menimbulkan perbincangan luas tentang bagaimana teknologi AI dapat digunakan dalam interaksi sosial. Situasi ini juga memperlihatkan tantangan mengendalikan sistem AI agar tidak disalahgunakan atau memberikan kesan negatif kepada publik.
Baca selengkapnya di: www.newsweek.com





