Jerman kini tengah menyiapkan rencana strategis untuk menghadapi potensi konflik besar dengan Rusia di masa mendatang. Dokumen rahasia setebal 1.200 halaman yang dikenal sebagai Operasi Rencana Jerman disusun sejak dua setengah tahun lalu dan kini memasuki tahap implementasi.
Invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 memicu ketidakstabilan di Eropa dan mendorong percepatan pembangunan kekuatan militer di kawasan. Jerman bermain peran kunci, karena posisinya sebagai jalur utama pergerakan pasukan NATO menuju timur, terutama melewati Pegunungan Alpen yang menjadi penghalang alami.
Mobilisasi dan Logistik Skala Besar
Rencana rahasia ini merinci mobilisasi hingga 800 ribu personel dari Jerman, AS, dan NATO ke garis depan timur. Dokumen tersebut mengatur rute transportasi termasuk pelabuhan, sungai, rel kereta, serta jalan raya. Distribusi suplai dan perlindungan konvoi selama perjalanan juga tercantum, sebab kemampuan logistik dinilai vital selain kekuatan senjata.
Simulasi militernya bahkan menampilkan pembangunan kamp lapangan untuk 500 tentara di Jerman timur dalam waktu dua minggu, lengkap dengan asrama, dapur, hingga sistem drone. Namun, latihan ini juga mengungkap beberapa kekurangan seperti keterbatasan lahan dan titik kemacetan yang dapat menghambat pergerakan militer cepat.
Ancaman Rusia dan Kerentanan Infrastruktur
Para pejabat Jerman memperkirakan Rusia bisa mulai menyerang NATO pada 2029. Namun, dugaan bahwa Rusia sudah melakukan aksi sabotase, mata-mata, dan pelanggaran wilayah udara di Eropa memperingatkan ancaman bisa datang lebih awal. Lonjakan aktivitas militer Rusia juga dimungkinkan memanfaatkan jeda gencatan senjata di Ukraina untuk persiapan serangan.
Salah satu kerentanan terbesar adalah infrastruktur transportasi Jerman yang sudah menurun sejak Perang Dingin. Sekitar 20% jalan raya dan seperempat jembatan perlu diperbaiki. Insiden kapal kargo yang merusak jembatan kereta di Sungai Hunte pada Februari 2024 menutup satu-satunya jalur menuju pelabuhan Nordenham, sebuah terminal penting untuk pengiriman amunisi ke Ukraina. NATO pun harus memindahkan rute pengiriman melalui Polandia.
Prioritas Investasi Infrastruktur dan Regulasi
Jerman menargetkan investasi sebesar US$192,6 miliar hingga 2029 untuk revitalisasi jalur kereta dan pembangunan fasilitas multifungsi. Hal ini menjadi prioritas agar jalur logistik militer tetap berjalan lancar jika konflik pecah. Setelah invasi Rusia ke Ukraina, Kanselir Olaf Scholz mengumumkan anggaran pertahanan sebesar US$115,15 miliar.
Masalah lain adalah regulasi ketat terkait teknologi militer, seperti pembatasan penggunaan drone di daerah padat penduduk. Quantum Systems, perusahaan penyedia drone, hanya berhasil memasok 14 unit drone untuk militer Jerman dibanding ribuan unit yang disalurkan ke Ukraina. Para ahli menilai regulasi tersebut kurang relevan dalam konteks militer dan menghambat efektivitas.
Tantangan Nonfisik dan Mentalitas Pertahanan
Selain masalah fisik, rencana ini membutuhkan perubahan pola pikir dan penghapusan kebiasaan lama. Nils Schmid, Wakil Menteri Pertahanan Jerman, menyatakan bahwa mereka harus belajar kembali cara bertahan yang pernah dipraktikkan sebelumnya. Para perencana juga menghadapi kendala regulasi pengadaan dan perlindungan data yang rumit berlaku di era damai.
Meskipun ada kemajuan signifikan dalam pembuatan dan pelaksanaan Oplan, pengujian terbaru menunjukkan kesenjangan antara dokumen rencana dan realitas di lapangan. Serangan siber, sabotase, dan pelanggaran wilayah udara yang meningkat menjadikan situasi semakin rentan.
“Kita tidak sedang berperang, tetapi kita tidak lagi hidup di masa damai,” kata Kanselir Friedrich Merz pada September 2023. Ancaman nyata ini mendorong Jerman untuk terus memperkuat kesiapan militer dan infrastrukturnya agar mampu menghadapi kemungkinan terburuk yang melibatkan konflik NATO dan Rusia.
Baca selengkapnya di: mediaindonesia.com





