Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London resmi melaporkan Tia Emma Billinger atau lebih dikenal sebagai Bonnie Blue kepada otoritas Inggris. Laporan ini menyusul aksi provokatif Bonnie yang melecehkan simbol bendera Merah Putih di depan gedung KBRI London pada pertengahan Desember 2025.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Yvonne Mewengkang, menyatakan bahwa KBRI London telah menyampaikan pengaduan resmi kepada Kementerian Luar Negeri Inggris dan kepolisian setempat. Laporan ini dimaksudkan agar kasus tersebut diproses hukum sesuai dengan prosedur dan kewenangan di Inggris.
Aksi Pelecehan Simbol Negara dan Respons Pemerintah
Bonnie Blue merekam aksinya yang melecehkan bendera nasional Indonesia, kemudian mengedarkan video tersebut di media sosial. Pemerintah Indonesia menyesalkan tindakan tersebut karena Merah Putih bukan sekadar bendera biasa, melainkan simbol kedaulatan dan kehormatan bangsa. Yvonne menegaskan, “Bendera Merah Putih adalah simbol yang wajib dihormati oleh siapapun dan di manapun mereka berada.”
Menurut Yvonne, kebebasan berekspresi tidak boleh menjadi alasan untuk merendahkan simbol negara lain ataupun mencederai prinsip saling menghormati antarnegara. Pemerintah berharap kasus ini mendapat penanganan serius agar tidak menimbulkan ketegangan diplomatik lebih lanjut.
Koordinasi dan Upaya Penanganan Kasus
KBRI London terus berkoordinasi intensif dengan otoritas Inggris guna memastikan proses hukum berjalan lancar. Selain menempuh jalur diplomatik, KBRI meminta semua pihak untuk menyikapi kejadian ini dengan bijak dan bertanggung jawab. “Kami mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi oleh konten-konten yang berpotensi mengeruhkan suasana,” ujar Yvonne.
Lebih jauh, Bonnie Blue ternyata sudah dideportasi dari Indonesia dan dikenai penangkalan masuk selama 10 tahun. Sanksi tersebut diberikan lantaran Bonnie dan sejumlah warga negara asing lainnya melakukan pelanggaran keimigrasian dan mengganggu ketertiban umum selama berada di Bali.
Kasus Pelanggaran Keimigrasian dan Ketertiban Umum
Kasus bermula dari penangkapan Bonnie oleh Polres Badung pada 4 Desember 2025 di sebuah studio di Pererenan, Bali. Bonnie dan beberapa WNA masuk ke Indonesia menggunakan visa kunjungan saat kedatangan (Visa on Arrival). Namun, visa tersebut digunakan untuk aktivitas produksi konten komersial yang tidak sesuai aturan.
Meski dugaan tindak pidana pornografi tidak terbukti, polisi memproses Bonnie atas pelanggaran lalu lintas dan pelanggaran keimigrasian. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, menyatakan bahwa penggunaan visa kunjungan untuk tujuan selain izin resmi merupakan pelanggaran serius.
Ia menambahkan, “Sanksi penangkalan selama 10 tahun diberikan karena aktivitas yang dilakukan bertentangan dengan upaya pemerintah menjaga citra pariwisata Bali dan menghormati nilai budaya lokal.”
Efek Kasus terhadap Hubungan Diplomatik dan Pariwisata
Kasus ini menarik perhatian publik dan mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk DPR RI yang mendorong KBRI agar melaporkan aksi Bonnie ke otoritas Inggris. Pemerintah melalui KBRI dan Kemlu RI juga menegaskan komitmennya untuk melindungi simbol negara dan menjaga citra internasional Indonesia.
KBRI London berperan penting sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mengelola kasus yang berpotensi menimbulkan ketegangan diplomatik. Dengan laporan resmi tersebut, pemerintah berharap hukum di Inggris dapat ditegakkan secara adil.
Sementara itu, pemerintah juga terus mengawasi aktivitas warga asing yang beroperasi di Indonesia terutama di sektor yang sensitif seperti produksi konten dan pariwisata. Hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan, ketertiban, dan citra bangsa di mata dunia.
KBRI London dan Kemlu RI akan terus memantau perkembangan penanganan kasus Bonnie Blue oleh otoritas Inggris. Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan mempercayakan proses hukum pada lembaga yang berwenang.





