Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendorong pengembangan hilirisasi obat berbahan alam di Indonesia. Usaha ini diharapkan dapat memperkuat kemandirian kesehatan nasional dan meningkatkan daya saing produk obat herbal di pasar global.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menyampaikan bahwa pengembangan ini membutuhkan kolaborasi dari tiga unsur utama, yakni akademisi, pelaku usaha, dan pemerintah. Sinergi antara ketiganya, yang dikenal dengan konsep Academia, Business, and Government (ABG), menjadi kunci keberhasilan hilirisasi obat bahan alam.
Peran Akademisi, Pelaku Usaha, dan Pemerintah
Taruna menjelaskan bahwa akademisi berperan dalam riset dan pengembangan ilmu pengetahuan terkait bahan obat alam. Saat ini, BPOM telah menjalin kerja sama dengan 168 perguruan tinggi di seluruh Indonesia sebagai bagian dari penguatan unsur akademis.
Pelaku usaha bertugas untuk mengoptimalkan proses produksi dan pemasaran produk herbal agar dapat menjangkau konsumennya secara efektif dan efisien. Pemerintah berfungsi memberikan regulasi, fasilitasi, dan kebijakan yang mendukung hilirisasi secara berkelanjutan.
Menurut Taruna, ketiga unsur ABG harus bekerja secara berkesinambungan untuk mengatasi tantangan hilirisasi yang kompleks dan melibatkan berbagai tahapan dari hulu ke hilir.
Pendekatan Terintegrasi dalam Pengembangan Obat Herbal
BPOM menilai pengembangan obat bahan alam tidak cukup dilakukan secara parsial. Pendekatan terintegrasi diperlukan untuk memastikan kualitas bahan baku melalui standardisasi yang ketat. Selain itu, riset yang mumpuni dan proses produksi yang memenuhi standar menjadi bagian penting.
Taruna menegaskan bahwa akses pasar yang cepat dan luas juga harus diperhatikan agar produk herbal dapat bersaing baik di dalam maupun luar negeri. Upaya ini membutuhkan sinergi dan kolaborasi yang kuat antar stakeholder terkait.
Dukungan Akademisi terhadap Hilirisasi Herbal
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS), Reviono, mendukung penuh langkah BPOM melalui kerja sama lintas sektor ini. Ia menilai penelitian herbal di lingkungan kampus perlu didorong dan dikembangkan.
Menurut Reviono, produk herbal hasil riset akademisi berpotensi diaplikasikan langsung dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal ini juga menjadi peluang besar untuk memperkuat inovasi dalam pengobatan berbasis bahan alam.
Kreativitas dan Inovasi untuk Kemajuan Hilirisasi
Taruna mengutip gagasan Theodore Levitt tentang pentingnya kreativitas dan inovasi untuk kemajuan suatu produk. Kreativitas dipandang sebagai kemampuan untuk memikirkan hal baru, sedangkan inovasi berarti melakukan hal baru secara nyata.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa keberhasilan hilirisasi obat bahan alam tidak hanya bergantung pada ide atau riset saja. Namun juga pada implementasi nyata yang terus dilakukan bersama oleh akademisi, pelaku usaha, dan pemerintah.
Langkah Strategis Menuju Kemandirian Kesehatan
Pengembangan obat bahan alam melalui kerja sama ABG diharapkan mampu menghasilkan produk unggulan yang berdaya saing tinggi. Strategi ini menjadi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada obat-obatan impor sekaligus meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di Indonesia.
BPOM terus memperkuat dukungan dan kolaborasi dengan perguruan tinggi dan para pelaku usaha sebagai bagian dari upaya mempercepat hilirisasi riset herbal nasional. Hal ini menjadi bagian dari agenda besar untuk menciptakan ekosistem inovasi dan produksi obat herbal yang solid.
Dengan demikian, hilirisasi obat berbahan alam bukan hanya soal produksi, tetapi memerlukan sinergi lintas sektor yang berkelanjutan. Langkah ini penting untuk menghadirkan produk herbal yang aman, berkualitas, dan mudah dijangkau oleh masyarakat luas.
Baca selengkapnya di: www.beritasatu.com





