Penyakit gusi tidak hanya mengancam kesehatan mulut, tetapi juga berdampak serius pada ibu hamil dan kesehatan sistemik tubuh. Pada ibu hamil, peradangan gusi memicu pelepasan mediator inflamasi yang dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah plasenta. Kondisi ini mengurangi suplai oksigen dan nutrisi ke janin sehingga meningkatkan risiko lahir dengan berat badan rendah di bawah 2,5 kilogram.
Selain berat badan lahir rendah, penyakit gusi juga berpotensi memicu kelahiran prematur sebelum usia kehamilan 37 minggu. Inflamasi dari gusi yang meradang mengirim sinyal ke rahim untuk kontraksi lebih awal, sehingga bayi dapat lahir sebelum waktunya. Ini menunjukkan bahwa kesehatan mulut ibu sangat penting selama masa kehamilan untuk mencegah komplikasi serius.
Penyakit gusi berkaitan erat dengan peningkatan risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes, jantung, dan stroke. Peradangan kronis yang bersifat rendah tapi terus-menerus berperan sebagai pemicu utama penyakit tersebut. Infeksi yang berasal dari gusi yang meradang dapat memasuki aliran darah dan memperburuk kondisi pembuluh darah, sehingga mempertinggi risiko penyakit kardiovaskular.
Pada penderita diabetes, hubungan dengan penyakit gusi bersifat dua arah. Diabetes memudahkan munculnya penyakit gusi, sementara peradangan gusi membuat pengendalian gula darah menjadi lebih sulit. Bahkan, penderita diabetes tipe 2 memiliki risiko tiga kali lebih besar mengalami penyakit gusi yang parah dibandingkan yang tidak mengidap diabetes.
Faktor risiko yang banyak menyebabkan risiko komplikasi penyakit makin meningkat. Oleh sebab itu, pengelolaan kesehatan harus dilakukan secara menyeluruh. Selain mengendalikan diabetes, hipertensi, dan kolesterol, penting pula untuk mengatasi infeksi kronis di mulut seperti penyakit gusi supaya risiko komplikasi dapat diminimalkan.
Data global memperlihatkan bahwa penyakit gusi merupakan masalah kesehatan yang makin mengkhawatirkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2050 sekitar 1,5 miliar orang akan mengalami penyakit gusi berat atau periodontitis. Di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, prevalensi penyakit ini tergolong tinggi dengan peningkatan jutaan kasus baru setiap tahunnya.
Di Indonesia, masalah gigi dan gusi menjadi keluhan utama di berbagai kelompok usia. Berdasarkan Program Cek Kesehatan Gratis, satu dari dua peserta mengalami gangguan pada gigi dan mulut. Keluhan ini berkisar dari gigi berlubang hingga gigi goyang dan penyakit gusi yang meningkat seiring bertambahnya usia.
Dampak penyakit gusi tidak hanya kesehatan, tetapi juga ekonomi. WHO memperkirakan kerugian produktivitas akibat gangguan gigi dan mulut di Indonesia mencapai Rp53,3 triliun per tahun. Pengeluaran negara untuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut sebesar Rp4,46 triliun per tahun jauh lebih besar dibandingkan pengeluaran individu yang hanya sekitar Rp16.600 per kapita.
Menjaga kesehatan gusi sangat penting tidak hanya untuk masalah mulut, tetapi juga untuk mencegah komplikasi serius seperti diabetes dan stroke. Pemeriksaan rutin dan perawatan gigi secara berkala direkomendasikan untuk mengurangi risiko penyakit gusi kronis dan dampak negatifnya pada kesehatan ibu hamil serta kesehatan sistemik tubuh secara keseluruhan.
Baca selengkapnya di: lifestyle.bisnis.com