Kementerian Kesehatan Indonesia mengidentifikasi pertusis atau batuk rejan sebagai salah satu penyakit menular yang perlu diwaspadai di lokasi pengungsian korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. Penyakit ini sangat mudah menyebar di lingkungan padat pengungsian sehingga berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
Pertusis merupakan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Penularan terjadi melalui percikan droplet dari batuk atau bersin penderita dan semakin berisiko dalam ruangan tertutup dengan banyak orang. Bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa dapat terinfeksi, meskipun kelompok anak-anak lebih rentan.
Gejala Pertusis
Gejala awal pertusis mirip flu, seperti hidung berair, mata merah, demam ringan, dan batuk. Setelah 1-2 minggu, penderita mengalami batuk parah yang sulit dikontrol dan bisa berlangsung berminggu-minggu. Batuk hebat sering disertai muntah, kelelahan, dan suara napas mengi. Namun, pada remaja dan dewasa, batuk berkepanjangan bisa jadi satu-satunya gejala yang muncul.
Risiko Komplikasi pada Bayi dan Orang Dewasa
Bayi di bawah 12 bulan sangat rentan mengalami komplikasi serius akibat pertusis. Mereka mungkin mengalami kesulitan bernapas, wajah membiru, bahkan henti napas sementara. Komplikasi lain seperti pneumonia, infeksi telinga, dan kejang juga dapat terjadi. Pada remaja dan orang dewasa, komplikasi lebih ringan, tetapi batuk berkepanjangan dapat menyebabkan cidera seperti tulang rusuk retak dan kehilangan kontrol kandung kemih.
Pentingnya Pencegahan dengan Vaksinasi
Vaksinasi merupakan langkah utama mencegah pertusis. Program imunisasi rutin diberikan sejak bayi berumur 2 bulan hingga anak-anak usia 4-6 tahun. Vaksin penguat (booster) juga direkomendasikan pada remaja usia 11-12 tahun, orang dewasa yang belum pernah divaksin, dan ibu hamil pada trimester ketiga. Imunisasi pada ibu hamil membantu melindungi bayi selama bulan-bulan awal kehidupan.
Penanganan Pertusis
Pengobatan pertusis biasanya menggunakan antibiotik oral seperti azitromisin, klaritromisin, dan eritromisin. Antibiotik tidak langsung menghentikan batuk, namun mengurangi tingkat penularan dan keparahan gejala bila diberikan sejak dini. Pelayanan kesehatan di lokasi pengungsian harus tetap berjalan untuk memantau dan mengobati penderita agar mencegah penyebaran lebih luas.
Ancaman Pertusis di Lokasi Pengungsian
Kondisi padat penduduk dan sanitasi yang terbatas di lokasi pengungsian meningkatkan risiko penularan pertusis. Lingkungan seperti gedung serbaguna atau tenda pengungsian menjadi tempat ideal penyebaran bakteri. Oleh karena itu, penting bagi petugas kesehatan untuk melakukan pemantauan ketat, edukasi pencegahan, serta mempercepat pelaksanaan imunisasi bagi kelompok rentan.
Sebagai upaya menjaga kesehatan bersama, pengungsi dan petugas medis harus waspada terhadap tanda dan gejala batuk rejan. Pemeriksaan medis segera perlu dilakukan bila gejala memburuk. Imunisasi lengkap dan kebersihan udara di tempat pengungsian menjadi kunci mencegah wabah pertusis selama masa darurat bencana.
Baca selengkapnya di: www.beritasatu.com




