16 HAKTP: Upaya Kolektif Ciptakan Ruang Digital Aman bagi Perempuan di Indonesia

Shopee Flash Sale

Momentum 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) kembali mengingatkan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih menjadi persoalan serius, termasuk kekerasan berbasis gender online (KGBO). Ruang digital yang seharusnya menjadi sarana belajar dan berinteraksi justru sering menjadi tempat rawan ancaman bagi perempuan.

Perempuan Indonesia yang tinggal di luar negeri menghadapi kerentanan tambahan berupa kekerasan digital. Mahasiswa dan diaspora seperti Aurelia Aranti Vinton menyatakan bahwa tekanan akademik dan terasing diperparah dengan ancaman kekerasan di dunia maya. “Ketika terjadi kekerasan berbasis gender, korban sering kali tidak tahu harus mengadu kemana dan mencari bantuan siapa,” ujarnya dalam diskusi yang digelar komunitas Rumah Aman Kita.

Ancaman Kekerasan Berbasis Gender Online Mengemuka

Komnas Perempuan mencatat bahwa kasus kekerasan digital terhadap perempuan mengalami peningkatan signifikan dalam lima tahun terakhir. Pada 2019, tercatat 281 aduan kasus KGBO, meningkat drastis menjadi 1.791 pengaduan pada 2024. Ketua Resource Center Komnas Perempuan, Chatarina Pancer Istiyani, menekankan bahwa dunia maya bukan sekadar medium komunikasi tapi sudah menjadi ruang sosial, politik, dan ekonomi perempuan.

Sayangnya, ruang digital juga menyimpan bahaya berupa ujaran kebencian, pemerasan seksual, dan narasi misoginis yang semakin memperkuat kekerasan berbasis gender. “Di mana ada sinyal, di situ juga ada kerentanan perempuan,” tutur Chatarina.

Upaya Kolektif Menciptakan Ruang Digital Aman

Ada beberapa langkah penting untuk mengembalikan ruang digital yang aman bagi perempuan, menurut Chatarina. Pertama, individu harus memiliki literasi digital yang cukup, tak hanya kemampuan teknis tetapi juga kesadaran akan risiko serta jejak digital. Kedua, perempuan perlu membangun solidaritas dan dukungan dari lingkungan terdekat melalui persaudaraan digital aktif. Ketiga, peran pemerintah sangat krusial untuk memperkuat regulasi dan kebijakan yang responsif gender serta meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dengan perspektif korban.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Desy Andriani, menambahkan bahwa perempuan berhak memperoleh rasa aman dan kebebasan bersuara di ruang digital. KemenPPPA mengoptimalkan pencegahan dan penanganan kasus KGBO lewat edukasi literasi digital, pelatihan aparat hukum, sinergi penegakan hukum, dan pengembangan regulasi sesuai standar internasional.

Layanan Pengaduan dan Pendampingan

Selain itu, KemenPPPA membuka akses layanan pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui beberapa kanal seperti telepon 129, WhatsApp 08111-129-129, dan form pengaduan online. Layanan ini ditujukan agar korban dan pelapor memperoleh bantuan serta pendampingan secara cepat dan mudah.

Pentingnya kerja sama lintas sektor juga mendapat sorotan. Sinergi antara masyarakat, organisasi perempuan, aparat penegak hukum, dan pemerintah diharap mampu menjawab tantangan kekerasan digital. Ruang digital yang aman bagi perempuan juga berarti ruang yang lebih inklusif dan terbuka untuk semua pengguna.

Kampanye 16 HAKTP menjadi momentum strategis untuk meningkatkan kesadaran kolektif tentang bahaya kekerasan digital dan perlunya aksi nyata. Edukasi, advokasi kebijakan, riset, serta penguatan suara perempuan di ranah online penting dilakukan demi mewujudkan ruang digital yang bukan hanya relatif aman, tetapi benar-benar nyaman untuk digunakan perempuan di mana saja. Upaya ini juga akan mengukuhkan pengakuan terhadap hak-hak perempuan dalam kehidupan digital masa kini.

Baca selengkapnya di: www.beritasatu.com

Berita Terkait

Back to top button