Pakar dari empat universitas ternama di Indonesia turun tangan untuk mengusut tuntas bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, mengerahkan ahli dari UGM, IPB, ITS, dan Unair guna evaluasi menyeluruh terhadap penyebab bencana dan solusi mitigasi.
Tujuan utama evaluasi ini adalah memetakan akar masalah dan merumuskan desain mitigasi baru yang lebih efektif. Hal ini sekaligus membuka peluang revisi izin konsesi perusahaan yang beroperasi di wilayah terdampak bencana.
Evaluasi Penyebab Bencana dan Peran Pemangku Kepentingan
Para ahli diminta untuk membedakan kerusakan yang timbul akibat aktivitas terkelola dan yang disebabkan oleh faktor non-terkelola. Menteri Hanif mengklarifikasi bahwa ada dua sumber utama penyebab bencana, yakni point source yang diatur oleh unit usaha dan non-point source dari aktivitas masyarakat. Pendekatan ini bertujuan agar mitigasi yang diterapkan tepat sasaran dan efisien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa curah hujan ekstrem meningkat hampir 18 kali dari kondisi normal. Data ini menjadi penanda bahwa kondisi iklim saat ini sangat berbeda dibandingkan dengan standar lingkungan yang selama ini digunakan. Curah hujan di Sumatera Utara bisa mencapai 450 mm dalam tiga hari, jauh melampaui baseline normal harian sekitar 8 mm.
Dampak Curah Hujan Ekstrem pada Izin Lingkungan
Peningkatan curah hujan yang drastis ini membuat dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dibuat berdasarkan cuaca normal sudah tidak relevan lagi. Pemerintah berencana mengaudit dan meninjau ulang semua persetujuan lingkungan yang pernah diterbitkan pada wilayah terdampak.
Pemegang izin konsesi dari sektor perkebunan, pertambangan, dan kehutanan harus siap untuk menjalani audit lingkungan yang ketat. Menteri Hanif menegaskan tidak akan memberi toleransi bagi perusahaan yang dokumen lingkungan dan pengelolaannya tidak mampu menahan dampak cuaca ekstrem. Sanksi pencabutan izin siap dijatuhkan bagi yang melanggar.
Langkah Konkret Pemerintah
Delapan perusahaan di kawasan Batang Toru, Tapanuli Selatan telah diperintahkan untuk segera melakukan audit lingkungan wajib. Kawasan ini merupakan lanskap hulu yang sangat vital dan masuk dalam wilayah lindung. Pemerintah menginstruksikan penghentian sementara aktivitas perusahaan tersebut sampai hasil audit selesai.
Tim kementerian juga diterjunkan untuk melakukan kajian lingkungan terkait tingkat kerusakan dan estimasi biaya pemulihan. Jika ditemukan pelanggaran berat dan terdapat unsur pidana, langkah hukum akan ditempuh sesuai prosedur.
Berikut poin penting langkah pemerintah:
- Perintah audit lingkungan wajib pada perusahaan terdampak.
- Penghentian sementara operasional perusahaan selama audit berlangsung.
- Kajian kerusakan dan permintaan biaya pemulihan lingkungan.
- Penindakan hukum jika ditemukan pelanggaran serius.
Dengan langkah ini, pemerintah menunjukkan sikap tegas dalam menghadapi perubahan iklim ekstrem yang mengancam keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat. Evaluasi menyeluruh dari pakar universitas bergengsi diharapkan dapat menghasilkan mitigasi efektif dan membawa perbaikan signifikan dalam pengelolaan lingkungan di Sumatera.
Penting bagi para pelaku usaha di wilayah rawan bencana untuk menyesuaikan kebijakan pengelolaan lingkungan mereka. Penyesuaian ini harus memperhitungkan realitas curah hujan yang semakin tinggi agar bencana serupa dapat diminimalisasi. Upaya kolaboratif antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan mitigasi di masa depan.
Baca selengkapnya di: www.suara.com





