DPR Apresiasi Peluncuran Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat
Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, menyambut positif peluncuran Peta Jalan Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat oleh Kementerian HAM. Ia menilai peta jalan ini harus menjadi instrumen kunci dalam membuka tabir kebenaran pelanggaran HAM masa lalu.
Mafirion menegaskan peta jalan tersebut tidak boleh sebatas dokumen administratif. Dokumen ini wajib menjadi alat pengungkap fakta dan menghadirkan keadilan bagi korban serta penyintas.
Instrumen Penting Pembuka Kebenaran
Politikus PKB ini menekankan bahwa negara tidak boleh menunda penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. "Tabir kebenaran harus dibuka," ujarnya saat wawancara Rabu (17/12/2025).
Ia mengapresiasi upaya pemerintah yang berkomitmen memenuhi kewajiban konstitusional dan moral kepada korban. Peta jalan ini juga sejalan dengan ratifikasi Indonesia terhadap instrumen HAM internasional seperti DUHAM dan ICCPR.
Kasus Pelanggaran HAM Berat dalam Peta Jalan
Saat ini, peta jalan mencakup 12 kasus pelanggaran HAM berat, antara lain:
- Peristiwa 1965-1966
- Talangsari 1989
- Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985
- Kerusuhan Mei 1998 (Trisakti, Semanggi I & II)
- Penghilangan Paksa 1997-1998
- Simpang KKA Aceh 1999
- Santet Banyuwangi 1998
- Wasior 2001
- Jambu Keupok Aceh 2003
- Rumah Geudong Aceh 2001-2002
- Wamena 2003
Mafirion mengingatkan agar pengakuan negara tidak sekadar simbolik. Harus ada tindakan konkret seperti pemrosesan pelaku dan pemulihan menyeluruh bagi korban.
Tantangan Besar dalam Pemulihan Korban
Data Kementerian HAM menunjukkan lebih dari 7.000 korban teridentifikasi, namun baru sekitar 600 yang memperoleh pemulihan. Mafirion menilai angka ini menggambarkan pekerjaan besar yang harus segera diselesaikan.
Ia menegaskan peta jalan harus menjawab kesenjangan ini, bukan menormalisasi lambatnya penanganan kasus. "Peta jalan harus jadi panduan kerja yang terukur, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan," katanya.
Sinergi Pemangku Kepentingan Dibutuhkan
Mafirion meminta keterlibatan aktif seluruh lembaga terkait, seperti Komnas HAM, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. Menurutnya, jangan sampai ada lagi saling lempar tanggung jawab atau upaya menutup-nutupi fakta.
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat merupakan prasyarat utama keadilan, rekonsiliasi nasional, dan membangun kepercayaan publik terhadap negara. Mafirion menegaskan bahwa transparansi dalam proses penyelesaian juga harus dijamin agar publik dapat mengawasi hasilnya.
Peta Jalan Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat yang diluncurkan diharapkan menjadi tonggak penting bagi negara dalam menyelesaikan beban sejarah kelam. Kunci keberhasilan terletak pada komitmen nyata pemerintah dan sinergi berbagai pihak untuk mengungkap kebenaran serta memberikan keadilan bagi korban.
Baca selengkapnya di: www.suara.com





