Pemerintah gencar mempercepat pembangunan proyek Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL) sebagai terobosan inovatif dalam pengelolaan limbah nasional. Program ini disusun dalam dua tahap berbasis wilayah aglomerasi guna menjamin efisiensi dan dampak ekonomi yang signifikan.
Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan bahwa sistem perizinan terpadu telah disiapkan bersama Kementerian Investasi. Skema tersebut dirancang untuk mengelola aset secara transparan sekaligus memudahkan impor teknologi mutakhir guna mempercepat operasional PSEL di lapangan.
Tahap Pembangunan dan Wilayah Aglomerasi
Tahap pertama pembangunan PSEL sudah berjalan di kawasan Bogor Raya, Denpasar Raya, dan Tangerang Raya. Sementara itu, tahap kedua akan menyasar wilayah aglomerasi strategis seperti Surabaya Raya (meliputi Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Lamongan), Lampung Raya (terdiri dari Bandar Lampung, Lampung Selatan, dan Lampung Timur), serta Serang Raya (Termasuk Kota Serang, Cilegon, dan Kabupaten Serang).
Pendekatan berbasis aglomerasi ini dipilih untuk memastikan proyek memiliki skala ekonomi yang memadai. Syarat minimum volume sampah yang diolah adalah sekitar 1.000 ton per hari agar proyek dapat beroperasi secara berkelanjutan dan efisien.
Manfaat dan Dukungan Global
Program PSEL dijadikan pilar energi baru terbarukan yang mendukung pengurangan limbah sekaligus menghasilkan listrik bersih. CIO Danantara Pandu Patria Sjahrir menegaskan bahwa proyek ini mendapatkan perhatian luas dari komunitas internasional. Sejak peluncuran awal Januari, sudah ada dukungan dari 45 pemerintahan di Timur Tengah dan sejumlah negara besar seperti China dan Jepang.
Menurut Pandu, PSEL bukan hanya sekadar solusi nasional tapi juga menjadi upaya nyata mengatasi permasalahan krisis iklim dan sampah global. Program ini dinilai sebagai model yang dapat direplikasi oleh negara lain dalam mengelola limbah dengan efisien.
Integrasi Sistem Pengelolaan Sampah Nasional
PSEL akan menjadi tulang punggung sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi. Fasilitas ini berkolaborasi dengan Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) serta Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Refuse Derived Fuel (TPST RDF). Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah mulai dari pemilahan hingga konversi energi.
Pemerintah menargetkan kapasitas pengolahan PSEL dapat mencapai 14.000 ton sampah per hari pada tahun 2029. Jumlah ini diperkirakan mampu menyerap hampir 10% dari total timbulan sampah nasional, sehingga membantu mengurangi tekanan terhadap TPA konvensional serta menekan emisi karbon.
Sistem Perizinan dan Inovasi Teknologi
Menurut Menteri Hanif, sistem perizinan terpadu merupakan kunci agar pengembangan PSEL dapat berlangsung cepat dan terukur. Langkah ini melibatkan koordinasi erat dengan Kementerian Investasi untuk memastikan ruang inovasi dan kemudahan teknis, termasuk solusi impor alat teknologi canggih yang diperlukan.
Contoh sukses skema aglomerasi ini terlihat pada lokasi 20 hektare di Kota Baru Purwotani, Lampung. Lokasi ini dijadikan pilot project untuk memvalidasi konsep keekonomian dan efisiensi operasional pembangunan PSEL.
Dengan pendekatan berbasis aglomerasi dan dukungan teknologi, pemerintah berupaya menjadikan PSEL sebagai solusi strategis dan berkelanjutan dalam pengelolaan sampah nasional. Inisiatif ini diharapkan mempercepat transisi energi bersih serta mengatasi persoalan lingkungan secara signifikan.
Baca selengkapnya di: www.beritasatu.com





