Pernyataan Mendagri Soal Bantuan Malaysia ke Aceh dan Klarifikasi Resmi
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan permintaan maaf atas pernyataannya yang menimbulkan kesan meremehkan bantuan dari Malaysia untuk korban bencana di Aceh. Tito menegaskan ia tidak bermaksud mengecilkan kontribusi warga maupun pemerintah Malaysia dalam penanggulangan bencana tersebut.
Dalam pernyataan resminya di Lanud Halim Perdanakusuma, Sabtu (2/12/2025), Tito mengakui bahwa ucapannya mungkin disalahpahami. “Saya sama sekali tidak bermaksud mengecilkan bantuan dan dukungan saudara-saudara kita di Malaysia. Jika ada yang salah paham, saya minta maaf,” ujarnya.
Hubungan Baik Indonesia dan Malaysia Terus Terjaga
Tito menegaskan hubungan personal dan profesionalnya dengan Malaysia sudah terjalin erat sejak lama. Hubungan ini berlangsung sejak masa kerja sama pascabom Bali saat ia masih aktif di kepolisian, hingga kini menjabat Mendagri. Ia juga menjalin komunikasi baik dengan Menteri Dalam Negeri Malaysia Saifuddin Nasution, serta pejabat tinggi lain termasuk Perdana Menteri Malaysia.
Menurut Tito, inti ucapannya sebenarnya adalah agar upaya besar Pemerintah Indonesia, baik pusat maupun daerah, juga mendapat pengakuan yang setara. Banyak upaya ini dilakukan tanpa sorotan media, tapi memiliki dampak signifikan dalam penanganan bencana.
Reaksi Mantan Menlu Malaysia atas Pernyataan Tito Karnavian
Pernyataan Tito sebelumnya terkait bantuan Malaysia senilai kurang dari Rp 1 miliar mendapat kritik keras dari Mantan Menteri Luar Negeri Malaysia Tan Sri Rais Yatim. Dalam podcast Suara Lokal Mengglobal, Rais menilai pernyataan tersebut tidak pantas dari seorang menteri dan meremehkan bantuan kemanusiaan yang seharusnya dilihat dari niat dan manfaat, bukan nominal.
Ia mengatakan, “Donasi sebesar 60 ribu USD sudah sangat berarti untuk meringankan penderitaan Aceh dan daerah lain. Jika hanya 60 ringgit pun, kita seharusnya bersyukur.” Rais mengingatkan pentingnya komunikasi yang baik dan sopan kepada tetangga dalam setiap pernyataan publik agar tidak menimbulkan salah tafsir.
Pelajaran dari Sejarah Kerja Sama Indonesia-Malaysia
Tan Sri Rais juga mengutip masa kepemimpinan Presiden Soeharto yang selalu mengapresiasi setiap bantuan, sekecil apapun. Contohnya, ketika negara bagian Johor memberi bantuan berupa beberapa bungkus beras dan kue saat Jakarta tertimpa musibah, Presiden Soeharto tetap mengucapkan terima kasih dengan tulus.
Ia menilai sikap mengucapkan terima kasih atas bantuan merupakan bagian dari nilai-nilai luhur yang harus dijaga. “Ketika orang memberi, kita harus bersyukur, dan jika orang mengalami penderitaan, kita harus ikut bersimpati,” tegasnya. Rais berharap nilai-nilai tersebut bisa kembali hidup sebagai pedoman dalam hubungan bilateral ke depan.
Bantuan Pemerintah Daerah untuk Korban Bencana di Sumatera Capai Rp 48 Miliar
Selain perhatian terhadap bantuan luar negeri, Mendagri Tito Karnavian juga mengungkapkan total bantuan dari pemerintah daerah untuk wilayah Sumatera mencapai Rp 48 miliar. Beberapa daerah yang ikut memberikan bantuan antara lain:
- Provinsi Kalimantan Timur menyalurkan Rp 500 juta.
- Jawa Barat menyalurkan bantuan sebesar Rp 7 miliar.
Tito menekankan keberhasilan penanganan bencana ini merupakan kerja sama berbagai pihak, baik dalam negeri maupun luar negeri, sehingga bantuan apapun harus diapresiasi dan disikapi dengan hormat.
Upaya Penanggulangan Bencana dan Bantuan dari Malaysia
Sejak hari-hari awal terbentuknya bencana di Aceh, pemerintah bergerak cepat menyalurkan bantuan dan koordinasi dengan berbagai mitra, termasuk Malaysia. Bantuan medis dan logistik yang datang dari Malaysia telah tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, dan langsung digunakan untuk kebutuhan warga terdampak banjir.
Situasi ini menunjukkan urgensi kerja sama lintas negara dalam menghadapi bencana dan pentingnya menjaga komunikasi yang positif di antara negara sahabat. Tito juga berkomitmen melanjutkan kolaborasi baik dengan semua pihak untuk membantu masyarakat Aceh pulih dari bencana.
Permintaan maaf Mendagri Tito Karnavian menjadi langkah penting dalam meredam ketegangan dan memperbaiki persepsi yang mungkin berkembang di masyarakat maupun antar pemerintah. Hal ini juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam memilih kata dalam komunikasi publik, terutama dalam konteks hubungan internasional.





