Komisi III DPR RI mengadakan rapat bersama dengan Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Mahkamah Agung (MA) pada Selasa, 18 November 2025. Rapat ini merupakan langkah awal untuk membahas rencana pembentukan panja (panitia kerja) reformasi institusi di tiga lembaga tersebut.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Rano Alfath, menjelaskan jika rapat tersebut mengangkat tema reformasi menyeluruh pada Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan. Rano menyampaikan banyaknya laporan dan keluhan dari masyarakat terkait kinerja ketiga institusi ini yang perlu mendapat pembenahan segera.
Isu Kriminalisasi dan Kekerasan di Polri
Menurut Rano, Polri masih menghadapi masalah serius berupa kriminalisasi dan tindakan kekerasan oleh aparatnya. Data dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mencatat 95 kasus kriminalisasi sepanjang 2019 sampai Mei 2024. Kasus-kasus tersebut melibatkan berbagai kelompok masyarakat seperti petani, buruh, akademisi, jurnalis, dan mahasiswa.
Rano menegaskan bahwa masalah ini harus menjadi fokus perbaikan, terutama dalam hal penguatan sumber daya manusia di Kepolisian. Hal ini perlu dilakukan agar Polri dapat menjalankan fungsinya secara profesional dan menghindari pelanggaran hak asasi manusia.
Sorotan terhadap Kinerja Kejaksaan Agung
Dalam rapat tersebut, perhatian juga diarahkan pada Kejaksaan Agung, khususnya dalam penanganan tindak pidana korupsi. Rano menyoroti tingginya angka kasus korupsi yang ditangani namun hasil pengembalian aset korupsi yang diperoleh terbilang minim. Menurutnya, hal ini membuat kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan menjadi goyah.
Selain itu, Rano menyinggung oknum kejaksaan yang berperilaku nakal tanpa dikenai sanksi tegas seperti pemecatan atau tuntutan pidana. Kondisi ini menjadi penghambat reformasi institusi di Kejaksaan yang selama ini diharapkan publik.
Keluhan terhadap Pengadilan dan Mahkamah Agung
Rano juga menyoroti institusi persidangan yang berada dibawah Mahkamah Agung. Ia mengungkapkan banyak hakim yang dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) karena berbagai pelanggaran etik dan profesional. Hal ini menimbulkan keresahan di masyarakat.
Masyarakat juga mengalami kesulitan dalam mengakses putusan pengadilan dan Mahkamah Agung. Permasalahan lain yang disampaikan adalah maraknya mafia penguasaan aset tanah yang memanfaatkan jalur pengadilan untuk merebut hak milik secara tidak sah. Modus ini banyak dimenangkan di pengadilan, sehingga merugikan masyarakat dan menimbulkan ketidakadilan.
Langkah ke Depan untuk Reformasi Institusi
Rapat pembahasan panja reformasi ini menjadi momentum penting untuk merumuskan rekomendasi pembenahan menyeluruh di tiga institusi penegak hukum tersebut. Komisi III DPR RI berkomitmen untuk lebih mengawal proses reformasi agar mampu meningkatkan integritas, transparansi, dan akuntabilitas Polri, Kejaksaan, serta Mahkamah Agung.
Upaya perbaikan juga ditujukan agar aparat penegak hukum mampu menjalankan tugasnya secara profesional dan bebas dari praktik korupsi serta pelanggaran hukum. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum dapat diperbaiki dan kualitas pelayanan hukum di Indonesia semakin meningkat.
Rano turut mencontohkan kasus bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, yang didakwa menerima gratifikasi senilai Rp137 miliar serta tindak pidana pencucian uang Rp308 miliar. Kasus ini menjadi bukti betapa reformasi institusi pengadilan sangat mendesak dilakukan.
Pertemuan yang melibatkan berbagai pihak terkait ini diharapkan melahirkan sinergi positif untuk memperkuat tata kelola hukum di tanah air. Komisi III DPR RI akan terus memantau dan mendorong langkah konkret demi menjadikan institusi hukum lebih bersih, transparan, dan mampu melayani masyarakat secara adil dan profesional.
