
Pemerintah memutuskan untuk mengakhiri insentif impor mobil listrik murni pada akhir Desember tahun depan. Langkah ini membuat para pelaku industri otomotif, seperti Vinfast dan BYD, mempersiapkan strategi baru agar tetap kompetitif pada masa minim insentif di tahun setelahnya.
Ketidakpastian insentif fiskal membuat produsen harus berinovasi dan mengandalkan produksi lokal. Industri berharap pemerintah memberi kelonggaran agar pasar otomotif domestik tetap tumbuh dan Indonesia mampu mempertahankan posisinya sebagai pasar otomotif terbesar di ASEAN.
Dampak Minim Insentif pada Industri Otomotif
Pemerintah resmi menyatakan bahwa skema insentif impor utuh (CBU) kendaraan listrik akan berakhir. Berdasarkan aturan Peraturan Menteri Investasi, program insentif tersebut mempunyai batas waktu hingga akhir Desember tahun depan. Setelah itu, produsen otomotif wajib memenuhi komitmen produksi lokal 1:1, dengan spesifikasi teknis seimbang antara daya motor listrik dan kapasitas baterai.
Pelaku industri, seperti Ketua Umum Gaikindo Putu Juli Ardika, mengingatkan bahwa insentif sangat berperan mendorong penjualan di tengah daya beli masyarakat yang masih rendah. Berdasarkan data, penjualan mobil domestik selama sepuluh bulan terakhir baru mencapai 600.000 unit. Gaikindo menargetkan penjualan mendekati 800.000 unit hingga tutup tahun ini.
Pembelian kendaraan yang stagnan di tengah minimnya insentif dikhawatirkan menurunkan volume penjualan nasional. Menurut Wakil Presiden Direktur TMMIN Bob Azam, jika volume penjualan turun, pendapatan daerah ikut terdampak. Terlebih, beberapa negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia masih memperpanjang insentif guna mempertahankan pasar otomotifnya.
Strategi Vinfast di Tahun Minim Insentif
Vinfast telah mengambil langkah strategis dengan membangun pabrik di Subang, Jawa Barat. CEO Vinfast Indonesia, Kariyanto Hardjosoemarto, mengatakan pendirian pabrik mengikuti aturan pemerintah, yang mensyaratkan produksi lokal untuk mendapatkan insentif.
Jika tidak ada insentif tambahan, Vinfast akan mengandalkan produk rakitan pabrik di Subang. Produksi lokal diyakini akan menjadi kekuatan baru perusahaan. Meski demikian, Vinfast tetap berharap adanya insentif lain dari pemerintah, khususnya untuk pajak pertambahan nilai barang mewah.
Langkah BYD Menyambut Kewajiban Produksi Lokal
BYD Indonesia juga sedang membangun pabrik besar di Subang, dengan investasi Rp11,2 triliun. Kapasitas produksi pabrik ini mencapai 150.000 unit per tahun. Head of Marketing BYD Indonesia, Luther T. Panjaitan, mengungkapkan pencapaian penjualan BYD sangat terbantu insentif CBU impor dari pemerintah.
Menurut Luther, tren pertumbuhan penjualan mungkin sulit terjaga jika insentif tidak diperpanjang. Diketahui, pangsa pasar mobil listrik nasional telah menyentuh angka 15% per November ini, menunjukkan potensi pasar yang terus berkembang.
Strategi Honda di Tengah Kompetisi Ketat
Honda Prospect Motor menyatakan tetap menyesuaikan strategi dengan regulasi pemerintah. Fokus mereka adalah mempertahankan kualitas produk dan layanan purnajual agar konsumen tetap mendapat nilai terbaik dalam kondisi apa pun. Data Gaikindo mencatat penjualan ritel Honda selama sebelas bulan terakhir mencapai 64.225 unit, dengan model terlaris Honda Brio di atas 35.000 unit.
Ringkasan Tantangan dan Harapan Industri
Pelaku industri berharap pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan insentif untuk menjaga pertumbuhan pasar otomotif. Insentif bukan sekadar stimulus penjualan, tetapi juga menopang keberlanjutan ekosistem industri dan pendapatan daerah di tengah perubahan lanskap otomotif nasional dan persaingan regional yang makin ketat.
Baca selengkapnya di: otomotif.bisnis.com





