Ancaman Gempa Megathrust dan Tsunami di Selatan Jawa Meningkat, Warga Waspada!

Shopee Flash Sale

Ancaman gempa megathrust dan potensi tsunami di pesisir selatan Jawa semakin nyata dan mendesak untuk diwaspadai. Meski risiko ini telah diperingatkan oleh para ahli, kondisi benteng alami yang seharusnya melindungi kawasan tersebut justru terus mengalami kerusakan akibat aktivitas penambangan pasir yang masif.

Gempa dahsyat berkekuatan magnitudo 7,5 yang mengguncang lepas pantai utara Jepang menunjukkan betapa rentannya wilayah yang berada pada zona megathrust. Jepang bahkan telah mengantisipasi bencana tersebut dengan kesiapsiagaan penuh, termasuk penghentian operasi kereta cepat Shinkansen dan evakuasi warganya. Ancaman serupa mengintai pesisir selatan Jawa yang berada di jalur zona megathrust aktif antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia.

Benteng Alam yang Terancam

Pesisir selatan Jawa memiliki punggungan pasir alami setinggi 6 hingga 13 meter yang membentang di daerah Kebumen hingga Purworejo. Struktur ini, yang dikenal sebagai Teras Laut Holosen Maksimum (TLHM), terbentuk sekitar 6.000 tahun lalu. Punggungan ini sangat krusial karena berfungsi sebagai penghalang alami penahan gelombang tsunami sebelum sampai ke permukiman warga.

Menurut peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Eko Yulianto, benteng pasir ini adalah perlindungan paling dasar yang menjaga keselamatan jutaan penduduk pesisir. “Menghancurkan punggungan pasir sama saja dengan melepas pelindung terakhir masyarakat dari ancaman tsunami," ujarnya. Ironisnya, penggalian pasir yang berlebihan saat ini terus mengikis benteng alami tersebut, sehingga mengurangi efektivitas perlindungan terhadap bencana.

Perbedaan Kondisi Wilayah Pesisir Jawa

Kerentanan setiap wilayah pesisir selatan Jawa berbeda-beda berdasarkan topografi dan ketinggian punggungan pasir. Wilayah seperti Kebumen dan Purworejo, yang memiliki punggungan pasir dengan ketinggian lebih dari 9 meter, relatif lebih aman terhadap tsunami berdaya menengah. Sebaliknya, Cilacap yang memiliki elevasi hanya 0 hingga 4 meter di atas permukaan laut, menjadi zona paling rawan terpapar gelombang tsunami.

Jika terjadi gempa megathrust dengan magnitudo hingga 9,6 seperti skenario terburuk, punggungan pasir ini menjadi satu-satunya penghalang yang dapat memperlambat dan mengurangi daya rusak tsunami. Jika punggungan ini rusak, maka gelombang tsunami bisa langsung menerjang permukiman padat penduduk dengan efek yang sangat merusak.

Dampak Kebijakan dan Pilihan Ekonomi

Sementara Jepang telah mengucurkan dana mencapai Rp 138 triliun untuk membangun tembok laut buatan setinggi hingga 15 meter sebagai upaya mitigasi, Indonesia belum mampu meniru langkah tersebut secara massif. Biaya pembangunan tiruan tembok laut yang setara diperkirakan mencapai Rp 14 triliun, yang jauh melampaui anggaran BNPB saat ini.

Aktivitas penambangan pasir yang dilakukan demi keuntungan ekonomi jangka pendek ternyata membawa konsekuensi besar bagi keselamatan publik. Merusak benteng alam ini sama artinya dengan melepas faktor proteksi utama terhadap ancaman tsunami masif yang tak bisa dihindari di masa depan.

Urgensi Kesiapsiagaan dan Kesadaran Publik

Peristiwa gempa di Jepang mengajarkan pentingnya kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap fenomena megathrust. Pemerintah perlu membuat langkah nyata menjaga benteng alam dari aktivitas destruktif sekaligus meningkatkan kesiapan evakuasi dan mitigasi bencana di kawasan pesisir selatan Jawa.

Pemahaman bahwa gempa besar dan tsunami akan terjadi kembali harus menjadi dasar utama dalam menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan penataan ruang pesisir. Melindungi benteng pasir alami tidak hanya soal menjaga lingkungan, tetapi juga investasi terbesar untuk melindungi nyawa masyarakat yang tinggal di zona rawan bencana ini.

Dengan ancaman yang sudah di depan mata, memastikan kelestarian benteng alami menjadi langkah kritis yang tidak bisa ditunda. Pengabaian terhadap kondisi ini berarti mengabaikan keselamatan ratusan ribu bahkan jutaan jiwa manusia dan nilai kerugian yang jauh lebih besar daripada keuntungan sesaat dari penambangan pasir.

Baca selengkapnya di: www.beritasatu.com

Berita Terkait

Back to top button