Banyak pemilik peliharaan, khususnya anjing dan kucing, percaya bahwa hewan kesayangannya mampu merasakan emosi kompleks. Hal ini terungkap dari sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Anthrozoos dan dipimpin oleh Elizabeth S. Paul dari University of Bristol.
Penelitian itu melibatkan 261 pemilik anjing dan kucing berusia minimal 30 tahun di Inggris barat daya. Mereka diminta mengisi kuesioner terkait kehidupan sosial, keterikatan dengan hewan, serta emosi yang mereka yakini dialami oleh peliharaan.
Persepsi Emosi Hewan dan Faktor Sosial
Studi menemukan bahwa kecenderungan antropomorfisme membuat banyak pemilik menganggap hewan peliharaan mampu memiliki perasaan dan pikiran seperti manusia. Faktor utama yang mempengaruhi persepsi ini adalah dorongan sosial (sociality motivation).
Orang yang merasa kurang terhubung secara sosial dengan manusia lebih cenderung mencari kedekatan emosional lewat hewan peliharaan mereka. Ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan individu kesepian sering menggambarkan hewan dengan sifat manusiawi.
Jenis Emosi yang Dirasakan Hewan
Peserta percaya bahwa anjing dan kucing bisa merasakan emosi dasar seperti takut, marah, dan senang. Namun, sebagian juga yakin hewan mampu mengalami emosi lebih rumit, termasuk cemburu, malu, kecewa, bahkan rasa bersalah.
Pemilik anjing cenderung menilai hewan mereka memiliki emosi lebih kompleks dibanding pemilik kucing. Kendati demikian, kedua kelompok sepakat bahwa peliharaan mereka mampu merasakan perasaan hangat seperti cinta dan empati.
Dampak Sensitivitas Interpersonal
Partisipan dengan tingkat kecemasan dalam hubungan sosial yang tinggi menunjukkan keyakinan lebih bahwa hewan dapat merasakan emosi rumit. Interpersonal sensitivity ini memengaruhi cara pemilik menafsirkan perilaku hewan sehari-hari.
Misalnya, perilaku seekor anjing menunggu di depan pintu sering kali dianggap sebagai bentuk rasa cemburu atau kesetiaan, bukan sekadar kebiasaan. Hal ini menunjukkan bagaimana kondisi psikologis pemilik berperan dalam membentuk persepsi mereka.
Keterikatan dan Dukungan Emosional
Meski usia tidak mengubah tingkat keterikatan dengan peliharaan, usia mempengaruhi bagaimana emosi hewan dibayangkan. Partisipan yang sudah lanjut usia lebih sering mengatribusikan emosi hangat pada hewan peliharaan mereka.
Pada saat menghadapi situasi sulit, lebih dari 40 persen peserta mengaku dukungan emosional hewan peliharaan sama pentingnya dengan dukungan manusia. Namun, sebagian besar masih menganggap dukungan dari manusia tetap lebih kuat.
Pengaruh Kondisi Hidup Pemilik
Pemilik yang tinggal sendiri atau tidak bekerja lebih bergantung pada hewan peliharaan untuk mendapatkan dukungan emosional. Sebaliknya, mereka yang memiliki anak atau pekerjaan cenderung lebih bergantung pada interaksi manusia.
Dorongan untuk merawat (nurturance motivation) juga memengaruhi bagaimana pemilik memahami perilaku hewan. Mereka tanpa anak di rumah lebih mungkin menafsirkan tindakan hewan sebagai ekspresi emosi kompleks.
Pandangan Ilmiah Terhadap Temuan
Paul menegaskan hasil studi ini bukan berarti hewan benar-benar memiliki emosi kompleks seperti manusia. Penelitian menunjukkan kondisi sosial dan psikologis pemilik memengaruhi persepsi mereka terhadap peliharaan.
Dengan kata lain, diskoneksi sosial yang dialami pemilik dapat mengubah cara mereka membayangkan pikiran dan perasaan hewan peliharaan. Pemahaman ini penting untuk meningkatkan hubungan antara manusia dan hewan secara realistis.
Baca selengkapnya di: www.suara.com





