Menyeka Debu Peradaban Literasi di Tepian Bengawan Padangan: Warisan yang Terlupakan

Menyeka Debu Peradaban Literasi di Tepian Bengawan Padangan

Di tepian Bengawan Solo, tepatnya di Dusun Kelotok dan Desa Betet, Kecamatan Padangan, Bojonegoro, ditemukan lembaran-lembaran manuskrip kuno yang menyimpan jejak peradaban literasi masa lalu. Lembaran bercorak cokelat kusam yang terbuat dari serat kayu ini menjadi saksi bisu kemapanan intelektual masyarakat setempat pada abad ke-19 Masehi.

Komunitas bumi budaya dari Blora dan Bojonegoro melakukan penelusuran mendalam ke rumah warga yang masih menyimpan naskah-naskah leluhur. Penemuan ini mengungkap bahwa wilayah tersebut adalah episentrum intelektual keagamaan dengan tradisi tulis yang kuat dan kesamaan ideologi.

Khazanah Manuskrip Padangan dan Ragam Isinya

Naskah-naskah yang ditemukan tidak hanya berisi doktrin agama seperti fikih, tasawuf, dan tauhid. Mereka juga merekam denyut kehidupan sosial masyarakat masa lalu secara detail. Contohnya mencakup catatan perjalanan haji, tata cara muamalah, hingga resep kesehatan tradisional khas daerah tersebut.

Rizki, salah satu pegiat literasi asal Bojonegoro, mengatakan bahwa manuskrip ini memberikan gambaran lengkap tentang bagaimana masyarakat pada masa itu berinteraksi dan bertahan hidup. "Manuskrip ini bukan hanya soal keilmuan agama, tetapi juga kehidupan sosial yang terekam di setiap lembarannya," ujarnya.

Keistimewaan Mushaf Al Qur’an dari Daluang

Temuan paling mencolok adalah sebuah mushaf Al Qur’an tulis tangan yang diperkirakan berasal dari tahun 1805 hingga 1810. Mushaf ini unik karena menggunakan bahan daluang, kertas tradisional yang diolah dari serat kayu pohon saeh. Walaupun berusia hampir dua abad, tinta hitam yang menghiasi lembaran kasar tersebut masih terlihat jelas dan terjaga.

Rizki memaparkan bahwa penggunaan daluang dan penjilidan dengan kulit hewan yang disamak rapi menandakan tingkat pengetahuan teknologi material yang sudah sangat maju pada masa itu. Ini menjadi bukti bahwa masyarakat Padangan juga menguasai teknik pengawetan dokumen secara baik.

Jejaring Keilmuan dan Kebudayaan di Sepanjang Bengawan Solo

Selain menunjukkan kemajuan intelektual lokal, penemuan ini merefleksikan hubungan kultural yang erat antara daerah Blora dan Bojonegoro. Manuskrip-manuskrip tersebut menghapus sekat administrasi kabupaten dan membuktikan adanya jejaring pembelajaran yang kuat di sepanjang aliran Bengawan Solo.

Rizki menekankan bahwa warisan ini mencerminkan tingginya penghormatan masyarakat setempat terhadap leluhur dan sejarah mereka. Hal ini menunjukkan bahwa literasi dan kebudayaan menjadi fondasi penting yang dipertahankan turun-temurun hingga kini.

Ancaman Kesehatan Fisik Manuskrip dan Upaya Pelestarian

Sayangnya, banyak naskah kini mengalami kerusakan akibat usia dan serangan hama. Kondisi penyimpanan yang masih bergantung pada ingatan keluarga tanpa standar konservasi modern memperparah kerentanan fisik naskah. Hingga saat ini, pengamanan manuskrip masih dilakukan secara swadaya untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Sahwa, peserta kegiatan pendokumentasian, menekankan bahwa penanganan warisan ini harus dilakukan secara serius dan terencana. Dia berharap agar naskah-naskah ini dipelihara dan diangkat sebagai identitas bersama yang dapat dikenalkan ke generasi muda.

Langkah Strategis Pendokumentasian dan Kajian Sejarah

Penggalian dan pendokumentasian naskah ini membuka peluang kajian sejarah yang lebih komprehensif lintas wilayah. Kolaborasi antara komunitas budaya dari Blora dan Bojonegoro diharapkan mendorong riset lebih mendalam tentang peradaban dan literasi daerah sepanjang Bengawan Solo.

Melalui upaya tersebut, masa lalu Padangan dan sekitarnya tidak lagi terperangkap dalam memori kolektif lisan semata. Manuskrip ini menjadi bukti otentik adanya peradaban yang sudah mengakar dan melek literasi jauh sebelum pendidikan modern hadir di Indonesia.

Daftar penting mengenai temuan dan pelestarian manuskrip di Padangan:

  1. Lokasi temuan: Dusun Kelotok dan Desa Betet, Kecamatan Padangan, Bojonegoro
  2. Bahan manuskrip: Daluang, kertas tradisional berbasis serat kayu
  3. Periode manuskrip: Abad ke-19 (sekitar 1805–1810)
  4. Isi manuskrip: Keagamaan, sosial, catatan perjalanan, muamalah, resep kesehatan
  5. Teknik pengawetan: Penjilidan menggunakan kulit hewan yang disamak
  6. Kondisi fisik: Rentan karena usia dan serangan serangga
  7. Metode penyimpanan saat ini: Swadaya keluarga tanpa standar konservasi modern
  8. Rencana tindak lanjut: Pendokumentasian dan promosi warisan budaya ke generasi muda

Dengan temuan ini, sejarah literasi dan kebudayaan di tepian Bengawan Padangan menjadi semakin terang dan bermakna. Jejak intelektual masyarakat masa lalu yang tersembunyi mulai tersibak dan memberikan pandangan baru terhadap warisan kebudayaan di Jawa Timur.

Baca selengkapnya di: www.beritasatu.com
Exit mobile version