Advertisement

Faktor Letusan Gunung dan Krisis Iklim Picu Kepunahan Hobbit Flores secara Bersamaan

Perubahan Iklim Ekstrem dan Letusan Gunung Penyebab Punahnya Homo floresiensis

Penelitian terbaru menguak penyebab kepunahan Homo floresiensis, spesies manusia purba berukuran kecil yang hidup di Pulau Flores sekitar 50.000 tahun lalu. Faktor utama yang menyebabkan punahnya spesies ini adalah perubahan iklim ekstrem disertai penurunan curah hujan dan letusan gunung berapi besar.

Homo floresiensis pertama kali ditemukan di gua Liang Bua pada 2004. Sejak itu, para ilmuwan mencoba memahami bagaimana mereka hidup dan kenapa spesies unik ini akhirnya punah. Studi yang dipublikasikan di jurnal Communications Earth & Environment menjelaskan lingkungan yang dihadapi Homo floresiensis saat itu sangat menantang.

Penurunan Curah Hujan yang Drastis

Analisis stalagmit dari gua Liang Luar yang dekat dengan Liang Bua menunjukkan curah hujan menurun drastis dari sekitar 1.560 mm menjadi 990 mm per tahun. Penurunan ini terjadi antara 76.000 hingga 50.000 tahun lalu. Kurangnya hujan menyebabkan kelambatan pertumbuhan stalagmit dan peningkatan kandungan magnesium, yang mencerminkan kondisi iklim kering.

Penurunan curah hujan ini mengganggu keseimbangan ekosistem Flores. Pulau kecil yang bergantung pada pasokan air stabil mengalami perubahan drastis yang mempengaruhi populasi fauna dan flora. Kondisi kering memaksa banyak spesies beradaptasi atau bermigrasi.

Dampak pada Populasi Fauna dan Homo floresiensis

Salah satu populasi yang terdampak adalah Stegodon, kerabat gajah purba yang menjadi sumber makanan penting Homo floresiensis. Data sisa gigi menunjukkan populasi Stegodon mulai menyusut sejak 61.000 tahun lalu dan benar-benar punah setelah terjadi letusan gunung berapi besar 50.000 tahun lalu.

Penurunan sumber air membuat Stegodon dan Homo floresiensis bermigrasi menuju wilayah pesisir. Perpindahan ini tidak hanya untuk mencari makanan tetapi juga bertahan hidup. Namun, migrasi ini kemungkinan menimbulkan kontak dengan Homo sapiens yang mulai menyebar ke Asia Tenggara, memicu persaingan sengit.

Letusan Gunung Berapi Mempercepat Kepunahan

Selain iklim kering, tekanan ekologis diperburuk oleh letusan gunung berapi besar. Endapan material vulkanik merusak vegetasi dan habitat secara tiba-tiba. Kejadian ini semakin mempersempit tempat hidup Homo floresiensis dan hewan-hewan lainnya yang bertahan di Flores.

Menurut Julien Louys, paleontolog dari Griffith University, pulau yang terbatas seperti Flores sangat rentan terhadap perubahan lingkungan ekstrim. Hewan dan manusia purba tidak dapat bermigrasi jauh untuk mencari tempat hidup baru. Kondisi ini memperparah risiko kepunahan.

Pandangan Ilmuwan Terhadap Kepunahan Homo floresiensis

Debbie Argue dari Australian National University menilai penelitian ini penting karena memberikan gambaran iklim masa lalu yang lebih lengkap. Kondisi lingkungan yang semakin sulit menjadi konteks utama pemahaman tentang kehidupan dan kepunahan Homo floresiensis.

Kini, para ilmuwan melihat kepunahan Homo floresiensis sebagai hasil kombinasi beberapa faktor. Penurunan curah hujan menyebabkan perubahan ekosistem dan sumber makanan, memicu migrasi dan interaksi dengan Homo sapiens, serta letusan gunung mempercepat kehancuran populasi yang sudah tertekan.

Potensi Penelitian Lanjutan

Situs Liang Bua masih menjadi satu-satunya tempat di mana fosil Homo floresiensis ditemukan. Namun, para ilmuwan yakin eksplorasi di Flores dan pulau sekitarnya dapat mengungkap lebih banyak tentang asal-usul dan kehidupan hobbit Flores. Penemuan ini akan semakin memperkaya pemahaman tentang evolusi manusia purba dan dinamika lingkungan masa lalu.

Baca selengkapnya di: www.suara.com

Berita Terkait

Back to top button