Dilema Pendinginan Jadi Tantangan Kritis dalam Perkembangan Pusat Data Global

Shopee Flash Sale

Pertumbuhan pesat pusat data global menghadirkan tantangan besar dalam hal pendinginan. Saat ini, hampir 9.000 pusat data beroperasi di seluruh dunia, namun sebagian besar dibangun di wilayah dengan iklim yang terlalu panas untuk perangkat keras bekerja secara efisien. Ini menjadi perhatian utama mengingat angka pusat data diperkirakan bisa meningkat tiga kali lipat pada tahun-tahun mendatang.

Menurut laporan Rest of World, suhu optimal pusat data berkisar antara 18 °C hingga 27 °C. Dari 8.808 pusat data yang ada, sekitar 7.000 berdiri di lokasi dengan suhu yang sering di luar rentang tersebut. Bahkan sekitar 600 di antaranya mengalami suhu yang secara rutin melewati batas atas 27 °C. Kondisi ini memaksa sistem pendinginan bekerja ekstra keras, mengakibatkan konsumsi listrik yang sangat besar.

Dampak konsumsi energi dan beban pendinginan

Pusat data dikenal haus energi. International Energy Agency mencatat konsumsi listriknya mencapai 415 terawatt jam atau 1,5% dari total penggunaan listrik dunia untuk bulan ini. Beban tambahan dari kebutuhan pendinginan di iklim panas semakin menekan jaringan listrik lokal. Contoh nyata terjadi di India, di mana sepertiga dari 213 pusat data berada di wilayah sangat panas dengan jaringan listrik yang sudah tidak stabil.

Beban sistem pendinginan yang berlebihan berpotensi meningkatkan risiko pemadaman listrik. Karena itulah, pengembangan teknologi pendinginan alternatif menjadi langkah krusial. Saat ini, sebagian besar pusat data masih menggunakan pendinginan udara konvensional. Namun ada inovasi menjanjikan, seperti yang dikembangkan di Singapura melalui Sustainable Tropical Data Centre Testbed.

Inovasi teknologi pendinginan: Dari chip langsung hingga pendinginan imersi

Pakar cooling sustainable AI, PS Lee, menyatakan bahwa model pertumbuhan pusat data yang mengandalkan pendinginan udara tanpa batas tidak lagi berkelanjutan. Singapura, dengan kapasitas pusat data 1,4 gigawatt dan suhu rata-rata 33 °C, menjadi laboratorium alami untuk pengujian metode baru. Pendekatan direct-to-chip cooling dan immersion cooling menjadi harapan utama karena dapat menekan konsumsi energi hingga 40%.

PS Lee memprediksi dalam lima tahun mendatang, kedua metode pendinginan tersebut akan menjadi standar industri, bukan sekadar teknologi tambahan. Selain itu, konsep pendinginan menggunakan air laut dalam skala besar mulai diterapkan di beberapa lokasi, seperti proyek ‘AI Atlantis’ di lepas pantai Provinsi Hainan, Cina. Namun, penerapan teknologi mutakhir ini kemungkinan hanya tersedia di pusat data baru, sementara bangunan lama masih menghadapi tantangan retrofitting yang mahal atau risiko ketinggalan zaman.

Peran sumber energi alternatif

Permasalahan pendinginan tidak bisa dilepaskan dari sumber energi yang digunakan. Selain efisiensi sistem pendingin, pusat data juga memerlukan sumber listrik yang andal dan ramah lingkungan. Lambda, perusahaan AI, telah mengoperasikan pusat data dengan tenaga sel bahan bakar hidrogen sebagai alternatif. Sayangnya, infrastruktur distribusi hidrogen masih terbatas sehingga skalabilitasnya masih menjadi kendala besar.

Di sisi lain, energi terbarukan juga memiliki tantangan tersendiri. Agar dapat menyokong kebutuhan listrik pusat data secara stabil, diperlukan baterai berkapasitas besar dan mahal, yang belum praktis secara ekonomi. Sebagai alternatif, energi nuklir tengah menarik perhatian, meski memiliki sisi kompleks dan kontroversial yang membutuhkan analisis mendalam.

Tantangan yang harus dihadapi sektor pusat data

Dengan proyeksi permintaan listrik untuk AI bisa meningkat hingga empat kali lipat, solusi pendinginan dan sumber energi harus segera ditemukan. Ini bukan hanya soal solusi teknologi, tetapi juga terkait keberlanjutan energi dan stabilitas jaringan listrik global. Kombinasi inovasi teknologi pendinginan dan diversifikasi sumber energi menjadi kunci agar ekspansi pusat data tidak mengorbankan efisiensi dan keberlanjutan lingkungan.

Penting juga untuk mencermati bagaimana upaya retrofit pada pusat data lama dapat dipercepat agar tidak tertinggal. Penundaan pembaruan sistem pendinginan bisa memperparah beban lingkungan dan operasional. Dengan begitu, kolaborasi antara pengembang teknologi, regulator, serta penyedia energi perlu ditingkatkan untuk menjawab kompleksitas kebutuhan pusat data masa depan.

Berita Terkait

Back to top button