Revolusi Tebu Dimulai dengan Teknologi Bongkar Ratoon sebagai Senjata Baru Energi Hijau Nasional
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan meluncurkan program tanam perdana tebu bongkar ratoon di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Program ini menjadi bagian nyata dari upaya nasional untuk mencapai swasembada gula sekaligus mendukung energi hijau melalui bioetanol.
Plt. Direktur Jenderal Perkebunan, Abdul Roni, menyatakan bahwa proyek ini bukan sekadar simbol, melainkan amanat strategis sesuai Keppres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional. "Tebu kini berperan ganda sebagai penghasil gula dan penyedia bahan baku bioetanol," ujarnya.
Inovasi Bongkar Ratoon untuk Peningkatan Produktivitas Tebu
Teknologi bongkar ratoon memungkinkan peremajaan tanaman tebu yang sudah menurun produktivitasnya. Setelah tiga hingga empat tahun, hasil tebu biasanya menurun hingga 20-30 persen, sehingga metode ini menjadi solusi penting. Dengan cara ini, produktivitas tanaman tebu kembali meningkat setelah dilakukan tanam ulang.
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan Kementan, Kuntoro Boga Andri, menegaskan bahwa teknologi ini diharapkan memperkuat ketahanan pangan dan energi. Selain itu, inovasi ini juga membuka peluang penciptaan lapangan kerja baru serta meningkatkan kesejahteraan petani di daerah target.
Target Luas Tanam dan Sinergi Lintas Sektor
Kementan menargetkan perluasan dan peremajaan tebu seluas 100.453 hektare pada tahun ini secara nasional. Program ini tidak hanya berfokus pada produksi gula, tetapi juga mendorong pengembangan bioetanol sebagai sumber energi terbarukan. Keterlibatan berbagai pihak, mulai pemerintah daerah, TNI, kejaksaan, BUMN, sektor swasta, hingga kelompok tani, dinilai sangat penting dalam keberhasilan program.
Sinergi antar sektor ini mencerminkan pendekatan komprehensif untuk menghadapi tantangan perubahan iklim, fluktuasi harga, dan kebutuhan modernisasi pertanian secara bersamaan. Abdul Roni menggarisbawahi, “Membangun ketahanan pangan dan energi adalah tugas bersama semua elemen bangsa.”
Potensi Kabupaten Gresik sebagai Sentra Perkebunan Tebu
Gresik dipilih sebagai lokasi tanam perdana karena memiliki potensi luas dan konsisten untuk pengembangan tebu. Dalam tiga tahun terakhir, luas tanam tebu di Gresik tercatat:
- Tahun 2023: 1.927 hektare
- Tahun 2024: 1.308 hektare
- Tahun 2025: 1.341 hektare
Tebu tersebar di delapan kecamatan strategis dengan target tanam bongkar ratoon tahun 2025 sebesar 43 hektare. Data ini menunjukkan kesinambungan dan komitmen pengembangan tebu di daerah tersebut.
Peran Hilirisasi dalam Mendukung Energi Hijau
Hililisasi hasil perkebunan menjadi kunci untuk mengoptimalkan nilai tambah komoditas tebu. Dengan mengolah tebu tidak hanya menjadi gula tapi juga bioetanol, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Hal ini sejalan dengan cita-cita nasional menuju energi hijau dan kedaulatan ekonomi.
Pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar terbarukan akan memberikan kontribusi signifikan dalam pengurangan emisi karbon dan penguatan ketahanan energi nasional. Upaya ini mencerminkan langkah strategis pemerintah dalam menerapkan teknologi pertanian modern sekaligus mendukung lingkungan.
Mendorong Modernisasi Pertanian dan Ketahanan Nasional
Kegiatan tanam perdana tebu bongkar ratoon di Gresik bukan hanya program pertanian biasa. Program ini mencerminkan transformasi besar dalam cara pengelolaan perkebunan tebu di Indonesia. Dengan penekanan pada teknologi dan kolaborasi antar sektor, program diharapkan mampu membawa perubahan positif yang berkelanjutan.
Inovasi ini juga menjadi contoh nyata penguatan struktur industri gula nasional dari hulu ke hilir. Dengan dukungan teknologi, peremajaan tanaman, dan sinergi lintas elemen masyarakat, masa depan pertanian tebu dan energi hijau di Indonesia semakin cerah.
Teknologi bongkar ratoon dapat menjadi senjata utama dalam revolusi tebu untuk mendukung swasembada gula serta kedaulatan energi hijau nasional. Upaya ini semakin mempertegas posisi tebu tidak hanya sebagai komoditas pangan tapi juga sebagai bahan baku energi masa depan yang ramah lingkungan.





