Bank Indonesia memproyeksikan perlambatan ekonomi global pada tahun 2026 dengan pertumbuhan hanya mencapai sekitar 3,0 persen. Kondisi ini didorong oleh dampak tarif resiprokal Amerika Serikat dan kerentanan dalam rantai pasok global, yang menimbulkan ketidakpastian di berbagai pasar internasional.
Untuk tahun 2025, perekonomian dunia diperkirakan tumbuh sebesar 3,2 persen, terutama didukung oleh peningkatan ekonomi Jepang dan India yang kuat dari konsumsi rumah tangga serta stimulus fiskal. Namun, pertumbuhan di Amerika Serikat dan China diprediksi melambat akibat masalah domestik seperti shutdown pemerintah sementara di AS dan permintaan domestik yang lemah di China.
Tingginya indeks dolar Amerika Serikat (DXY), yang juga dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga The Fed, masih membatasi arus modal asing ke pasar negara berkembang. Bank Indonesia menilai bahwa hal ini menuntut penguatan daya tahan ekonomi domestik agar Indonesia lebih mampu menghadapi tekanan eksternal tersebut.
Bagaimana Kondisi Ekonomi Indonesia?
Indonesia harus terus memperkuat permintaan domestik sebagai penyangga utama ekonomi saat ekspor diperkirakan melambat pada 2026. Penurunan ekspor terjadi akibat berakhirnya pengiriman lebih awal (frontloading) ke AS serta turunnya ekspor besi baja ke China dan minyak sawit ke India.
Konsumsi rumah tangga di kuartal IV 2025 menunjukkan tren membaik, didukung oleh peningkatan belanja sosial pemerintah dan keyakinan masyarakat atas pendapatan serta lapangan kerja. Hal ini tercermin dalam peningkatan penjualan eceran di berbagai kategori barang.
Investasi non-bangunan juga mulai naik, seiring memperbaikinya kepercayaan pelaku usaha yang bisa dilihat dari indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang menunjukkan ekspansi. Hal ini menjadi sinyal positif bagi pertumbuhan ekonomi domestik ke depan.
Tantangan dan Kebijakan yang Diperlukan
Penguatan kebijakan ekonomi domestik menjadi krusial mengingat prospek pasar global yang tetap penuh risiko. BI mengingatkan agar kebijakan fiskal dan moneter dapat terus diselaraskan untuk mempertahankan stabilitas dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.
Kewaspadaan juga perlu dijaga terhadap dampak lanjutan dari dinamika ekonomi global, seperti ketegangan perdagangan dan perubahan kondisi keuangan internasional. Respons kebijakan yang tepat akan membantu Indonesia menjaga momentum pertumbuhan di tengah perlambatan ekonomi dunia.
Dengan tantangan global dan domestik yang ada, Indonesia harus terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan melalui penguatan konsumsi dalam negeri, peningkatan investasi, serta inovasi di sektor manufaktur dan ekspor non-komoditas. Hal ini penting untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang diprediksi masih tinggi pada tahun 2026.
Baca selengkapnya di: www.suara.com