Trump Klaim Amerika Serikat Ambil Peran Utama dalam Menjaga Perdamaian Global Kini

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat kini mengambil alih peran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam proses penyelesaian konflik global. Hal ini disampaikan Trump setelah melihat hasil gencatan senjata antara Thailand dan Kamboja, yang menurutnya menunjukkan peran AS sebagai penentu perdamaian dunia.

Trump mengkritik PBB karena dinilai tidak efektif dalam membantu menyelesaikan berbagai konflik, termasuk perang antara Rusia dan Ukraina. Ia menilai bahwa organisasi tersebut kurang aktif dan tidak memberikan kontribusi berarti dalam menjaga perdamaian internasional. Dalam pernyataannya di platform Truth Social pada akhir Desember 2025, Trump menegaskan bahwa “Perserikatan Bangsa-Bangsa harus mulai bertindak aktif dan terlibat dalam perdamaian dunia”.

Gencatan senjata antara Thailand dan Kamboja mulai diberlakukan sejak 27 Desember 2025, setelah melalui fase perundingan intensif beberapa hari sebelumnya. Kedua negara sempat menandatangani perjanjian damai yang disaksikan langsung oleh Trump pada konferensi di Kuala Lumpur bulan Oktober 2025. Namun, ketegangan kembali meningkat awal Desember sebelum akhirnya tercapai kesepakatan gencatan senjata.

Dalam konteks konflik global, peran AS yang semakin dominan ini dianggap oleh Trump sebagai pengganti PBB yang selama ini “sangat sedikit membantu”. Pernyataan tersebut sekaligus menjadi sindiran terhadap efektivitas PBB dalam menjalankan fungsi utamanya sebagai mediator dan penjaga perdamaian dunia. Trump menilai Amerika Serikat dapat lebih proaktif dan memberikan hasil nyata dalam menyelesaikan masalah keamanan internasional.

Beberapa kalangan menilai klaim Trump ini sebagai bentuk kritik tajam terhadap organisasi multilateral yang telah lama dianggap berperan penting dalam diplomasi global. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa peranan PBB dalam konflik-konflik besar mengalami berbagai kendala, terutama karena perbedaan kepentingan negara anggota besar di Dewan Keamanan PBB. Situasi ini sering berujung pada kebuntuan diplomatik yang membuat penyelesaian konflik menjadi terhambat.

Adapun pergeseran peran ke Amerika Serikat ini memunculkan diskusi tentang masa depan diplomasi internasional dan efektivitas kerja sama multilateral. AS, sebagai negara adidaya, memiliki kapasitas politik dan militer untuk mengambil tindakan langsung dalam sejumlah konflik, tetapi hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang keseimbangan kekuatan dan legitimasi dalam pengambilan keputusan global.

Untuk mengindentifikasi faktor utama yang mempengaruhi klaim dan sikap Trump, dapat dirangkum sebagai berikut:

1. PBB dinilai tidak cukup efektif dalam menjembatani dan menyelesaikan berbagai konflik saat ini.
2. Amerika Serikat menunjukkan perannya secara lebih aktif dan praktis dalam mengupayakan perdamaian.
3. Konflik regional seperti antara Thailand dan Kamboja menjadi contoh di mana peran AS lebih tampak dibanding PBB.
4. Ketegangan dan ketidakpastian di jalur diplomasi multilateral memperkuat peran unilateral yang diambil oleh AS.
5. Dampak klaim tersebut mengarah pada pertanyaan lebih lanjut tentang legitimasi lembaga global dan peran negara adidaya.

Pernyataan Trump sekaligus menggambarkan dinamika politik dunia yang terus berubah, dengan menonjolkan peran nasional versus peran multilateral. Terlepas dari kontroversi terkait efektivitas PBB, kerja sama internasional tetap menjadi fondasi penting bagi terciptanya perdamaian dan stabilitas global. Penguatan mekanisme organisasi internasional dan keharmonisan antarnegara akan menjadi tantangan utama ke depan, mengingat kompleksitas konflik saat ini dan posisi strategis berbagai aktor global.

Exit mobile version