Pasukan Rusia kembali melancarkan serangan ke Ukraina dengan sasaran utama sistem roket HIMARS buatan Amerika Serikat yang telah dipasok ke pasukan Ukraina. Kementerian Pertahanan Rusia melaporkan bahwa pada Minggu malam, 16 November 2025, mereka menghancurkan sistem peluncuran HIMARS dan peluncur rudal Neptune di wilayah Dnepropetrovsk.
Serangan tersebut dilakukan dengan menggunakan rudal balistik Iskander dan drone Geran yang berhasil menembus pertahanan Ukraina. Menurut laporan Kementerian Pertahanan Rusia, sistem HIMARS yang dihancurkan merupakan komponen penting dalam serangan balik Ukraina terhadap wilayah Rusia.
Serangan Serempak di Berbagai Wilayah
Selain menghancurkan sistem roket HIMARS, serangan Rusia juga melibatkan serangan drone yang menyasar infrastruktur energi dan gas di sejumlah wilayah Ukraina. Di wilayah Odessa, misalnya, drone Geran berhasil menimbulkan pemadaman listrik meluas di beberapa kota seperti Akkerman dan Starokazachye.
Di distrik Kharkov, serangan drone Rusia menghancurkan instalasi infrastruktur gas di Limanovka yang menyebabkan kebakaran di stasiun kompresi gas. Wilayah lain seperti Chuguev dan Sumy juga menjadi target serangan dengan sejumlah serangan rudal yang mengincar fasilitas penting di pinggiran ibu kota Sumy.
Signifikansi Sistem HIMARS dalam Konflik
HIMARS yang merupakan singkatan dari High Mobility Artillery Rocket System, adalah sistem roket artileri mobilitas tinggi yang didesain untuk memberikan serangan presisi jarak jauh. Sejak Amerika Serikat mulai memberikan bantuan militer kepada Ukraina, sistem ini berperan signifikan dalam kemampuan tempur militer Ukraina.
Data dari media Newsweek pada Maret 2025 menyebutkan bahwa AS telah mengirimkan minimal 39 unit HIMARS ke Ukraina, disertai stok amunisi besar. Sistem ini digunakan sebagai kekuatan utama dalam serangan artileri yang mampu menargetkan posisi pasukan Rusia secara efektif.
Sejarah Serangan Rusia terhadap HIMARS
Ini bukan pertama kali Rusia berhasil melumpuhkan sistem HIMARS di medan perang Ukraina. Pada Maret 2025, Rusia juga melaporkan keberhasilannya menghancurkan HIMARS dengan menggunakan rudal balistik Iskander. Rudal Iskander memiliki kemampuan jangkauan menengah dan akurasi tinggi, menjadikannya ancaman utama bagi kendaraan tempur Ukraina yang bermobilitas tinggi.
Pemusnahan HIMARS merupakan bagian dari upaya Rusia untuk mengurangi daya tempur Ukraina, khususnya yang berkaitan dengan bantuan militer dari negara-negara Barat. Para analis militer memperkirakan bahwa Rusia terus mengembangkan metode serangan untuk mengantisipasi kehadiran sistem persenjataan canggih seperti HIMARS di medan pertempuran.
Dampak Serangan terhadap Infrastruktur Sipil
Selain target militer, serangan Rusia juga berdampak pada infrastruktur sipil, terutama energi dan gas. Dampak ini menyebabkan terganggunya pasokan listrik dan gas di beberapa wilayah, yang berpotensi memperburuk kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Ukraina di tengah situasi perang.
Kerusakan infrastruktur juga memperlihatkan strategi Rusia dalam menekan kemampuan logistik dan dukungan bagi pasukan Ukraina. Gangguan terhadap fasilitas energi akan sangat membatasi daya gerak dan efektivitas pertahanan Ukraina dalam jangka waktu tertentu.
Pemantauan dan Respons dari Pihak Internasional
Konflik yang semakin memanas dan penggunaan persenjataan canggih seperti HIMARS menjadi perhatian komunitas internasional. Amerika Serikat dan sekutunya secara aktif memantau situasi dan menilai konsekuensi dari serangan Rusia ini.
Sementara itu, Rusia menyatakan kesiapannya untuk membalas jika AS melanjutkan uji coba nuklir, menambah ketegangan dalam konteks geopolitik yang lebih luas. Perkembangan ini menandai perlombaan senjata serta eskalasi risiko dalam perang Rusia-Ukraina yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Hingga kini, perkembangan di medan pertempuran masih terus berubah, dengan kedua belah pihak berusaha menguasai posisi dan teknologi perang yang paling efektif. Informasi terkini tentang pergerakan dan serangan militer di medan tempur Ukraina masih menjadi perhatian utama bagi para pengamat dan pemerintah dunia.
Baca selengkapnya di: www.beritasatu.com