Memahami Obesitas: Fakta, Penyebab, dan Dampak Lebih Dari Sekadar Kelebihan Berat Badan

Obesitas saat ini bukan sekadar kelebihan berat badan biasa. Kondisi ini telah diakui sebagai penyakit kronis yang membawa dampak serius bagi kesehatan dan ekonomi masyarakat.

Menurut data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi obesitas pada usia di atas 18 tahun meningkat dari 21,8% pada 2018 menjadi 23,4% pada 2023. Selain itu, obesitas sentral mencapai 36,8% pada kelompok usia di atas 15 tahun. Kenaikan angka ini menunjukkan betapa obesitas menjadi masalah kesehatan masyarakat yang semakin mendesak.

Obesitas tidak hanya menimbulkan keluhan fisik, tetapi juga memicu risiko berbagai penyakit berat. Lemak viseral yang terkumpul di tubuh memicu inflamasi kronis dan resistensi insulin. Kondisi ini membuka jalan bagi timbulnya diabetes tipe 2, penyakit jantung, hipertensi, sleep apnea, osteoartritis, bahkan beberapa jenis kanker.

Data dari IDF Diabetes Atlas edisi ke-11 (2024) menyebutkan bahwa sekitar 20,4 juta orang Indonesia hidup dengan diabetes. Angka ini diperkirakan akan melonjak menjadi 28,6 juta pada tahun 2050. Indonesia pun menjadi negara kelima dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia. Ini menunjukkan kaitan erat antara obesitas dengan penyakit sistemik seperti diabetes.

Kerugian ekonomi akibat obesitas juga tidak bisa diabaikan. Penelitian dari Institut Pertanian Bogor memperkirakan kerugian mencapai Rp78,478 miliar per tahun. Angka ini mencerminkan beban sistemik yang harus dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Obesitas sebagai langkah responsif. Panduan ini mengatur pengenalan dan penanganan obesitas dengan pendekatan bertahap. Pertama adalah perubahan gaya hidup, seperti peningkatan aktivitas fisik, pola makan sehat, dan kualitas tidur yang baik.

Jika perubahan gaya hidup belum cukup, terapi medis dan farmakologis, seperti penggunaan obat GLP-1, diberikan sesuai indikasi medis. Seluruh terapi dilakukan dengan pemantauan ketat oleh tenaga kesehatan serta rujukan tepat waktu untuk memastikan hasil optimal.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Siti Nadia Tarmizi, menekankan perlunya aksi bersama lintas sektor. Edukasi publik, layanan kesehatan yang responsif, dan kebijakan yang mendukung gaya hidup sehat menjadi kunci utama menekan tren obesitas dan diabetes. Tanpa langkah tersebut, beban penyakit kronis akan terus meningkat dengan dampak serius bagi kualitas hidup masyarakat.

Pendapat ahli juga menegaskan pentingnya penanganan obesitas secara serius. Dicky L. Tahapary, dokter spesialis endokrinologi, menjelaskan penurunan berat badan sebanyak 5–10% dapat memperbaiki kadar gula darah, tekanan darah, dan lipid. Penurunan berat badan lebih dari 10–15% bahkan dapat membawa kemungkinan remisi diabetes tipe 2.

Dicky menambahkan bahwa jika upaya diet dan olahraga belum menunjukkan hasil, hal itu bukanlah kegagalan. Ini adalah tanda bahwa konsultasi ke dokter sangat diperlukan untuk mendapat terapi yang tepat.

Selain penanganan medis, pengurangan stigma terhadap orang dengan obesitas juga penting. Seringkali stigma menyebabkan individu enggan mencari bantuan tenaga kesehatan. Padahal, obesitas adalah kondisi medis kompleks yang membutuhkan dukungan dan perhatian berkelanjutan, bukan sekadar masalah individu atau kegagalan diri.

Secara keseluruhan, obesitas adalah masalah multifaset yang berhubungan erat dengan penyakit kronis, beban ekonomi, dan kebutuhan dukungan sistemik. Penanganan yang tepat dan kolaborasi lintas sektor menjadi aspek kunci dalam mengatasi kondisi ini di Indonesia.

Baca selengkapnya di: lifestyle.bisnis.com
Exit mobile version