Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh Tamiang membawa penderitaan yang sangat dalam bagi warganya. Warga setempat harus bertahan hidup tanpa makan berhari-hari dan mengandalkan air banjir sebagai sumber air minum.
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban tewas akibat bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat mencapai 753 orang per 3 Desember 2025. Di Aceh Tamiang, akses komunikasi dan logistik sempat putus total selama 4-5 hari, sehingga warga kesulitan mendapatkan bantuan.
Kondisi Masyarakat Aceh Tamiang yang Terisolasi
Warga yang terdampak mengaku belum menerima bantuan apapun. Mereka bertahan hidup dengan konsumsi sisa makanan yang terbawa arus banjir, seperti Indomie basah yang mereka rebus ulang. Jurnalis Transmedia, Irwan, menyampaikan, “Kami sudah 3-4 hari belum makan. Kalau mengenai bantuan sama sekali kami belum ada menerima.”
Selain minim makanan, krisis air bersih juga sangat mengkhawatirkan. Warga terpaksa mengambil air banjir untuk dikonsumsi setelah dipanaskan. Irwan menuturkan, “Kami sangat kehausan, untuk bertahan hidup, kami harus ambil air minum dari banjir itu. Kami panasi, kami minum bersama keluarga.” Kondisi ini memperlihatkan tingkat keparahan bencana yang tidak hanya soal fisik tapi juga aspek kesehatan yang sangat rentan bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.
Dampak Terputusnya Akses dan Keterbatasan Bantuan
BPBD Kabupaten Aceh Tamiang melaporkan sekitar 30 jenazah belum terangkat karena putusnya akses jalan. Petugas dan warga masih terisolasi, menunggu bantuan yang belum datang. Ivan, petugas BPBD yang videonya viral, mengungkapkan kesedihan mendalam saat mengatakan, “Kami sudah 4-5 hari putus akses komunikasi, BBM, semuanya, anak bayi kami, lansia kami, jenazah kami sudah tidak bisa diangkut.”
Namun kabar terbaru dari BNPB menunjukkan adanya titik terang. Jalur yang menghubungkan Kota Medan, Sumatra Utara ke Kuala Simpang, Aceh Tamiang mulai dibuka sejak 2 Desember 2025. Mobil roda empat kini mulai dapat melintasi jalur ini meskipun dengan kecepatan terbatas. Ini membuka peluang pengiriman bantuan darat yang sudah sangat ditunggu-tunggu.
Upaya Distribusi Bantuan dan Prioritas Penanganan
Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil menerapkan cara distribusi bantuan dengan memanfaatkan perahu dan boat karena akses darat ke beberapa wilayah masih terputus. Kepala BPBD Aceh Singkil, Husni, mengatakan pasokan bantuan logistik sebanyak 100 ton dari Badan Pangan Nasional sudah tiba. “Sudah tiba 100 ton dari Badan Pangan, ini kita mulai distribusi hari ini langsung,” ujarnya.
Bantuan utama yang difokuskan adalah bahan pokok, air bersih, serta kebutuhan medis untuk mencegah meluasnya penyakit akibat bencana. Sementara itu, penyediaan bahan bakar dan pemulihan listrik juga menjadi perhatian penting untuk mendukung proses evakuasi dan pemulihan.
Daftar Prioritas Penanganan di Aceh Tamiang:
- Membuka akses jalan dan komunikasi untuk distribusi bantuan.
- Pengiriman bahan makanan dan air bersih secara intensif.
- Evakuasi korban terdampak dan pengangkutan jenazah ke lokasi aman.
- Pelayanan medis untuk anak-anak, lansia, dan yang sakit.
- Pemulihan fasilitas listrik dan penyediaan bahan bakar.
Warga Aceh Tamiang kini berada dalam masa kritis yang membutuhkan perhatian segera dari pemerintah pusat dan masyarakat luas. Meski bantuan mulai mengalir, situasi di lapangan tetap memerlukan pemantauan intensif guna memastikan warga yang terdampak mendapatkan kebutuhan dasar dan perlindungan memadai. Informasi terkini akan terus diperbarui seiring dengan proses evakuasi dan distribusi bantuan yang semakin berjalan lancar.
