Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, yang akrab disapa Gus Yahya, memastikan bahwa dirinya tidak akan menghadiri rapat pleno Syuriyah PBNU yang dijadwalkan berlangsung di Hotel The Sultan, Jakarta, pada Selasa malam, 9 Desember 2025. Gus Yahya menyampaikan keputusannya tersebut dengan alasan bahwa rapat itu tidak memiliki konteks dan bukan bagian dari mekanisme resmi organisasi.
Menurut Gus Yahya, agenda pleno yang digelar Syuriyah PBNU tersebut merupakan manuver politik yang bertujuan untuk menjatuhkan dirinya sebagai ketua umum Tanfidziyah PBNU. Ia menegaskan bahwa secara hukum dan fakta (de jure dan de facto), dirinya masih sah menduduki posisi tersebut. Hal ini ia sampaikan dalam pernyataannya di kantor PBNU dan dikutip oleh Antara.
Rapat Pleno Bukan Mekanisme Formal PBNU
Gus Yahya menjelaskan bahwa rapat pleno yang digagas Syuriyah PBNU itu tidak memiliki dasar formal karena penggantian ketua umum PBNU hanya dapat dilakukan melalui mekanisme resmi organisasi. Ia menegaskan bahwa aturan tersebut tertuang dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PBNU yang menegaskan bahwa pergantian ketua umum harus melalui forum Muktamar.
Lebih lanjut, Gus Yahya menyebutkan, “Muktamar merupakan forum tertinggi PBNU dan baru akan diselenggarakan pada tahun 2027.” Dengan demikian, dia menegaskan bahwa tidak ada cara selain Muktamar untuk menggantikan ketua umum yang sedang menjabat. Dia juga menambahkan bahwa Muktamar harus diselenggarakan dengan bersama antara Rais Aam dan ketua umum, tanpa adanya alternatif lain.
Upaya Komunikasi dengan Rais Aam PBNU
Menanggapi situasi yang memanas di internal PBNU tersebut, Gus Yahya mengungkapkan bahwa ia telah mencoba untuk bertemu dengan Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar. Namun, upaya itu belum berhasil karena Rais Aam belum memberikan tanggapan positif terkait pertemuan yang diminta. “Saya sudah meminta bertemu dan menunggu jawaban beliau. Sudah beberapa kali. Seperti yang disampaikan, ‘nanti menunggu jadwal’,” ujarnya.
Kondisi ini menunjukkan adanya dinamika dan ketegangan yang tengah berlangsung di tubuh PBNU, terutama antara struktur Tanfidziyah yang dipimpin Gus Yahya dan Dewan Syuriyah. Namun, Gus Yahya tetap menegaskan bahwa roda organisasi PBNU harus terus berjalan tanpa terganggu oleh konflik internal.
PBNU Tetap Berjalan di Tengah Krisis
Meski tengah mengalami turbulensi internal, pengurus PBNU menegaskan bahwa organisasi tetap berjalan sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan. Gus Yahya bahkan telah mengambil langkah strategis dengan melakukan rotasi jabatan dan menyelesaikan finalisasi draf Roadmap NU 2025–2050 sebagai upaya penguatan organisasi.
Berikut poin penting terkait situasi PBNU saat ini:
- Rapat pleno Syuriyah PBNU dianggap tidak berlandaskan mekanisme organisasi.
- Gus Yahya menegaskan dirinya tetap sah sebagai ketua umum Tanfidziyah PBNU.
- Penggantian ketua umum hanya bisa melalui Muktamar yang akan digelar tahun 2027.
- Upaya komunikasi Gus Yahya dengan Rais Aam PBNU belum menemukan titik temu.
- Proses organisasi PBNU berjalan terus dengan restrukturisasi dan penataan roadmap.
Situasi ini menjadi perhatian publik dan kalangan Nahdliyin yang mengharapkan agar organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini dapat segera mencapai titik penyelesaian konflik. Gus Yahya secara tegas menyatakan bahwa mekanisme resmi tetap menjadi acuan utama dalam pengambilan keputusan di PBNU.
Pengembangan selanjutnya terhadap dinamika internal PBNU tentu akan menjadi sorotan, mengingat peran strategis organisasi dalam kehidupan sosial keagamaan di Indonesia. Kejelasan mekanisme dan kesepakatan seluruh pihak di PBNU sangat penting agar roda organisasi dapat berjalan efektif sesuai amanat para pendiri Nahdlatul Ulama.
Baca selengkapnya di: www.beritasatu.com