Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri (KPRP), Mahfud MD, menyampaikan ancaman serius yang tengah dihadapi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Ia menyoroti adanya intervensi politik dan krisis kepemimpinan sebagai persoalan utama yang menghambat profesionalisme kepolisian saat ini.
Menurut Mahfud, masalah Polri bukan terletak pada struktur maupun regulasi yang sudah diperbaiki sejak era reformasi 1998. Fokus utama yang harus ditangani adalah praktik-praktik di lapangan yang masih jauh dari nilai profesionalisme.
Intervensi Politik Menggerogoti Institusi Polri
Mahfud menjelaskan bahwa masuknya politik dalam tubuh Polri menjadi penyebab krusial terjadinya berbagai praktik penyimpangan. Hal ini membuat institusi yang mestinya independen dan netral justru menjadi rawan politisasi dan pengaruh kekuasaan tertentu.
Ia menambahkan, apabila pimpinan di kepolisian bersih dan tidak terkontaminasi oleh politik, maka struktur di bawahnya akan ikut baik. Kondisi saat ini menunjukkan sebaliknya, di mana lemahnya kepemimpinan turut memperparah masalah internal.
Fakta Tentang Penyakit Kronis di Polri
Dalam paparan Mahfud, ada sejumlah persoalan yang merusak citra Polri secara keseluruhan. Berikut ini beberapa penyakit kronis yang wajib mendapat perhatian serius:
- Praktik pemerasan terhadap masyarakat.
- Penyalahgunaan wewenang oleh anggota kepolisian.
- Gaya hidup hedonisme dan pamer kekayaan (flexing).
- Dugaan kolaborasi dengan jaringan kejahatan.
Fenomena tersebut menunjukkan kondisi yang jauh dari harapan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Peran Komisi Percepatan Reformasi Polri
Mahfud juga menegaskan batas kewenangan KPRP dalam mengawasi Polri. KPRP tidak berperan dalam menangani kasus individu atau perkara hukum yang melibatkan anggota Polri. Tugas utama Komisi adalah merancang kerangka kebijakan strategis demi mempercepat proses reformasi dan meningkatkan kinerja kepolisian.
Langkah ini diharapkan dapat mengembalikan Polri pada jati dirinya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat sekaligus penegak hukum yang adil dan profesional.
Reformasi Polri Sudah Siap, Tinggal Implementasi
Menurut Mahfud, reformasi Polri secara struktural dan aturan sudah selesai sejak lama. Apa yang dibutuhkan saat ini adalah percepatan pelaksanaan nilai-nilai reformasi dalam praktik sehari-hari. Hal ini mencakup komitmen kepemimpinan yang bersih dan bebas dari intervensi politik agar seluruh jajaran Polri dapat bekerja dengan integritas tinggi.
Mahfud mengibaratkan kondisi Polri seperti pasien yang memerlukan diagnosis dan perawatan tepat. Ia mengingatkan bahwa fokus utama perbaikan selama ini terlalu tertuju pada struktur dan regulasi saja, tanpa menuntaskan persoalan perilaku dan kultur di internal Polri.
Polri Harus Jadi Koalisi Rakyat
Mahfud menegaskan bahwa Polri merupakan bagian dari koalisi rakyat yang harus menjalankan fungsi pelayanan dan pengayoman publik secara maksimal. Ia menyoroti pentingnya penegakan hukum yang objektif dan tidak memihak, terutama pada kasus yang berhubungan dengan bisnis dan politik yang berpotensi memicu konflik kepentingan.
Krisis kepemimpinan dan ancaman politik yang merasuki institusi Polri merupakan tantangan besar yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Reformasi tidak boleh berhenti hanya pada perubahan simbolik, tapi harus menyentuh pada perilaku dan budaya kerja agar Polri benar-benar menjadi institusi yang dipercaya masyarakat.
Dengan fokus pada percepatan reformasi dan pemberantasan praktek-praktek korup dan penyalahgunaan wewenang, Polri diharapkan dapat memperbaiki citra dan fungsinya sebagai penegak hukum serta pelindung masyarakat sesuai dengan amanat reformasi 1998.
Baca selengkapnya di: www.beritasatu.com