Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kemen PKP) menunjukkan komitmen kuat dalam mewujudkan kota tropis rendah emisi. Melalui International Symposium and Workshop on Sustainable Buildings, Cities and Communities (SBCC 2025), kedua pihak berkolaborasi untuk merumuskan solusi arsitektur yang adaptif terhadap iklim panas dan lembap.
Simposium yang berlangsung pada 15 Desember 2024 ini mengumpulkan pakar, akademisi, dan pembuat kebijakan. Mereka berdiskusi mengenai tantangan urban heat island dan krisis energi di wilayah tropis yang semakin akut.
Strategi Pembangunan Hunian Berkelanjutan
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, menegaskan perlunya perubahan mendasar dalam pembangunan perumahan nasional. Fokus kini beralih ke hunian tangguh bencana dan rendah emisi, bukan sekadar kuantitas rumah.
Menurut Fahri, Indonesia menghadapi masalah double backlog, yaitu jutaan keluarga belum memiliki rumah layak. Oleh karena itu, pembangunan hunian harus mengutamakan keamanan dan keberlanjutan dengan menggunakan arsitektur lokal dan material ramah lingkungan.
Material seperti kayu dan bambu serta penerapan desain pendinginan pasif menjadi kunci dalam menekan emisi karbon. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi dampak lingkungan tetapi juga menambah nilai estetika dan fungsi bangunan di iklim tropis.
Peran Perguruan Tinggi dalam Transformasi Hidup Kota
Rektor UPI, Didi Sukyadi, menyatakan perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi garda terdepan dalam keberlanjutan. Melalui Pusat Keunggulan Universitas untuk Bahan Bangunan dan Energi Rendah Emisi (PUU MEB), UPI mengintegrasikan riset ilmiah dengan kebutuhan sosial dan lingkungan.
Didi menekankan pentingnya pendekatan lintas disiplin dalam menghadapi tantangan kota tropis. UPI berperan sebagai agen perubahan yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan ketahanan nyata di lapangan.
Dampak Sosial dan Aplikatif dari Solusi Pendinginan Berkelanjutan
Ketua Konferensi SBCC 2025, Beta Paramita, menyoroti bahwa solusi pendinginan berkelanjutan harus dapat diimplementasikan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Hal ini penting agar inovasi teknologi tidak hanya menjadi konsep akademik semata, tetapi memberikan manfaat praktis.
Rekomendasi teknis yang dihasilkan dari forum ini diarahkan agar dapat diaplikasikan secara luas untuk mengurangi beban ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat tropis.
Kontribusi pada Pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs)
SBCC 2025 turut menunjang target global terkait pembangunan berkelanjutan, khususnya SDG 11 tentang Kota dan Permukiman Berkelanjutan serta SDG 13 mengenai Penanganan Perubahan Iklim. Inisiatif ini mengenalkan model pembangunan kota yang lebih sejuk, ramah lingkungan, dan tangguh menghadapi perubahan iklim.
Berbagai strategi yang diluncurkan dalam simposium ini mengarah pada pengembangan hunian masa depan yang tidak hanya ekonomis, tetapi juga dapat mengurangi jejak karbon secara signifikan.
Langkah Konkret Menuju Kota Tropis Rendah Emisi
- Mengadopsi desain pendinginan pasif yang memanfaatkan ventilasi dan tata letak bangunan sesuai iklim.
- Memanfaatkan bahan bangunan lokal yang ramah lingkungan seperti kayu dan bambu.
- Mendorong kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta dalam riset dan implementasi.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hunian berkelanjutan.
- Mengintegrasikan kebijakan rendah emisi ke dalam perencanaan pembangunan perumahan nasional.
Dengan langkah-langkah tersebut, UPI dan Kemen PKP sedang membentuk kerangka kerja yang memampukan kota-kota tropis di Indonesia menjadi lebih berkelanjutan dan responsif terhadap krisis iklim. Kolaborasi ini juga menegaskan posisi UPI sebagai institusi yang proaktif dalam menghadapi tantangan global melalui solusi inovatif dan berbasis riset.
Baca selengkapnya di: mediaindonesia.com