Jaksa Agung: Bencana Sumatra Akibat Alih Fungsi Hutan, Bukan Faktor Alam

Banjir besar yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bukan semata karena faktor alam. Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa bencana ini terjadi akibat alih fungsi hutan secara masif di wilayah hulu sungai.

Satuan Tugas Pengembalian Kawasan Hutan (Satgas PKH) melakukan investigasi dan menemukan keterlibatan 27 perusahaan dalam praktik pembalakan liar. Perusahaan-perusahaan ini tersebar di tiga provinsi terdampak, yaitu Aceh, Sumut, dan Sumbar.

Kerusakan lingkungan di kawasan hulu mengakibatkan hilangnya fungsi resapan air alami. Tanah yang seharusnya menyerap air hujan kini mengalami penurunan daya serap secara signifikan.

Akibatnya, ketika curah hujan ekstrem terjadi, volume air yang tidak mampu diserap tanah meluap ke permukaan. Fenomena ini menjadi penyebab utama terjadinya banjir bandang yang merusak kawasan pemukiman dan infrastruktur.

Menurut hasil riset Institut Teknologi Bandung (ITB), ada korelasi yang kuat antara kerusakan ekologis di hulu dengan frekuensi dan intensitas bencana banjir. Data ini mendukung adanya campur tangan manusia dalam memperparah kondisi alam.

Jaksa Agung menggarisbawahi bahwa pengalihan fungsi lahan tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengurangi kapasitas lingkungan untuk menahan air. Hutan yang gundul tidak mampu memperlambat aliran air permukaan.

Satgas PKH bersama Kejaksaan Agung terus mempercepat proses klarifikasi dan penyelidikan terhadap 27 perusahaan yang terindikasi melakukan pembalakan liar. Penyidikan dilakukan agar penegakan hukum berjalan efektif dan tepat sasaran.

Langkah penyelidikan ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih pemeriksaan dan memastikan proses hukum sesuai aturan berlaku. Kejaksaan Agung berkomitmen menuntaskan kasus kerusakan lingkungan dan memulihkan fungsi hutan.

Alih fungsi hutan yang masif jelas menjadi penyebab utama bencana alam yang terjadi di Sumatra. Dengan penanganan hukum yang tegas, diharapkan upaya pelestarian lingkungan dapat berjalan lebih optimal.

Kerusakan lingkungan di hulu sungai tidak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga keselamatan ribuan warga di hilir. Kondisi ini menuntut perhatian serius dan tindakan cepat dari pemerintah dan aparat penegak hukum.

Pengungkapan kejaksaan memberikan sinyal penting bahwa penanggulangan bencana harus memasukkan aspek pencegahan kerusakan lingkungan. Upaya restorasi hutan menjadi faktor kunci mencegah terulangnya bencana serupa di masa depan.

Baca selengkapnya di: www.suara.com
Exit mobile version