Rencana Larangan Mobil Bensin dan Diesel: Apakah Hanya Gertak Sambal atau Fakta?

Rencana larangan mobil bermesin bensin dan diesel di Eropa kini menghadapi revisi signifikan. Kebijakan yang semula dijadwalkan berlaku penuh pada 2035 mulai dianggap sebagai gertak sambal belaka, bukan keputusan final yang tegas.

Uni Eropa ternyata berencana melonggarkan target tersebut. Alih-alih pelarangan total, fokus kini beralih pada pengurangan emisi hingga 90 persen.

Tekanan dari industri otomotif di Jerman dan Italia menjadi penyebab utama perubahan sikap ini. Mereka khawatir kebijakan ketat akan berdampak negatif pada pasar dan investasi.

Manfred Weber, pemimpin Partai Rakyat Eropa, menegaskan larangan mesin pembakaran internal tidak lagi menjadi opsi. Menurutnya, mesin bensin dan diesel masih akan eksis lebih lama dari estimasi awal.

Weber juga menyebutkan bahwa larangan penuh tidak akan diterapkan hingga 2040. Meski begitu, belum ada kepastian kapan target penghapusan total mesin konvensional akan diwujudkan.

Kanselir Jerman, Friedrich Merz, mendukung pelonggaran kebijakan ini. Ia berpendapat bahwa keputusan tersebut memberikan kepastian bagi industri otomotif yang selama ini menghadapi ketidakjelasan regulasi.

Merz bahkan mengajukan surat khusus kepada Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen. Surat itu mendesak agar kendaraan bermesin pembakaran internal tetap diizinkan beredar setelah 2035.

Komisi Eropa menyambut baik masukan dari pemerintah Jerman. Hal ini mengindikasikan adanya pragmatisme yang mulai menggantikan idealisme dalam kebijakan iklim Uni Eropa.

Dalam rancangan kebijakan baru, bahan bakar alternatif mendapatkan porsi lebih besar. Bahan bakar rendah emisi seperti biofuel canggih dan teknologi hibrida dipertimbangkan sebagai solusi tengah.

Jika draf ini benar-benar diimplementasikan, larangan total mobil bensin dan diesel akan sulit terwujud. Mesin konvensional justru masih memiliki ruang di pasar otomotif Eropa.

Berikut beberapa poin perubahan kebijakan Uni Eropa terkait mobil bensin dan diesel:

1. Dari larangan total menjadi pengurangan emisi 90 persen pada 2035.
2. Mesin pembakaran internal tetap boleh beredar selepas 2035.
3. Dukungan kuat dari Jerman dan Italia untuk memperpanjang masa pakai mesin konvensional.
4. Peningkatan penggunaan biofuel canggih dan teknologi hibrida sebagai alternatif.
5. Komisi Eropa menunjukkan sikap pragmatis menerima masukan industri dan pemerintah.

Perubahan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen Uni Eropa dalam mengatasi perubahan iklim melalui sektor transportasi. Apakah kebijakan ini merupakan strategi jangka panjang atau sekadar taktik meredakan tekanan industri?

Sementara itu, negara lain masih mengamati perkembangan kebijakan ini secara seksama. Pelaksanaan yang lemah bisa membuat target pengurangan emisi global semakin sulit tercapai.

Dengan segala dinamika tersebut, rencana pelarangan mobil berbahan bakar fosil memang tidak sekeras yang dulu digembar-gemborkan. Kebijakan nyata kemungkinan akan lebih fleksibel dan bertahap.

Perkembangan ini menunjukkan bahwa transisi menuju kendaraan ramah lingkungan masih penuh tantangan. Industri dan pembuat kebijakan perlu bersinergi demi solusi yang berkelanjutan dan realistis.

Exit mobile version