Diare dan nyeri perut sering dianggap sebagai gangguan pencernaan ringan yang mudah diatasi. Namun, keluhan ini bisa menjadi tanda awal penyakit kronis serius bernama Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang memerlukan perhatian khusus.
IBD adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan kronis pada saluran pencernaan. Dua tipe utama IBD adalah Kolitis Ulseratif, yang menyerang usus besar dan rektum, serta Penyakit Crohn yang bisa menyerang seluruh saluran cerna mulai dari mulut sampai anus.
Gejala IBD yang Sering Diabaikan
Menurut Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, gejala IBD sering tidak spesifik sehingga sulit dikenali sejak awal. Penderita biasanya mengeluhkan diare berulang, nyeri perut atau kram, penurunan berat badan tanpa sebab, demam ringan, kelelahan, dan kadang buang air besar berdarah.
Karena gejala mirip gangguan pencernaan biasa, banyak pasien terlambat mencari pertolongan medis. Padahal, IBD jika tidak ditangani sejak dini bisa berkembang dan menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti perdarahan hebat, penyempitan usus, malnutrisi, bahkan risiko kanker usus meningkat.
Proses Diagnosis yang Komprehensif
Diagnosis IBD memerlukan pemeriksaan mendalam, berbeda dengan penyakit pencernaan ringan. Pemeriksaan meliputi wawancara medis, fisik, laboratorium, endoskopi, biopsi, dan pencitraan seperti CT scan atau MRI untuk menilai lokasi dan tingkat keparahan inflamasi.
Langkah ini sangat penting agar dokter dapat menentukan jenis IBD dan merancang terapi yang paling efektif untuk pasien. Menurut Prof. Ari, pengobatan yang tepat dan pemantauan berkelanjutan akan membantu mengendalikan peradangan dan mengurangi risiko komplikasi.
Pilihan Terapi dan Pentingnya Kepatuhan
Selain obat-obatan konvensional, terapi biologis kini menjadi salah satu pilihan utama dalam pengobatan IBD. Terapi ini menargetkan proses peradangan secara spesifik sehingga efektif mengurangi gejala dan memperlambat perkembangan penyakit.
Namun, penggunaan terapi biologis harus disesuaikan dengan kondisi pasien dan di bawah pengawasan tenaga medis. Kepatuhan terhadap pengobatan sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dalam jangka panjang, tegas Prof. Ari.
Dampak Psikososial yang Perlu Diperhatikan
IBD tidak hanya berdampak fisik tetapi juga mempengaruhi kondisi psikologis dan sosial pasien. Keterbatasan diet, keharusan dekat dengan toilet, dan fluktuasi kesehatan dapat mengganggu aktivitas kerja, pendidikan, hubungan sosial, dan keluarga.
Pria bernama Steven Tafianoto Wong yang hidup sebagai pejuang IBD membagikan bahwa pengelolaan penyakit membutuhkan adaptasi besar. Namun dengan pengobatan tepat dan gaya hidup yang teratur, pasien tetap dapat menjalani hidup produktif dan bermakna.
Meningkatnya Insidensi IBD di Indonesia
Data menunjukkan angka penderita IBD di Indonesia mulai meningkat seiring perubahan gaya hidup modern. Meskipun angka ini masih rendah, peningkatan tersebut mengingatkan pentingnya edukasi dan kesadaran masyarakat serta tenaga kesehatan.
Yayasan Gastroenterologi Indonesia bersama Kementerian Kesehatan RI aktif mengedukasi publik untuk mengenali tanda dan gejala IBD sejak dini. Deteksi segera sangat penting untuk mencegah komplikasi dan menjaga kualitas hidup pasien.
Mengetahui gejala awal IBD dan tidak mengabaikan diare serta nyeri perut yang berulang adalah langkah awal yang penting. Konsultasi dengan dokter harus segera dilakukan agar diagnosis tepat dan pengobatan dapat dimulai sejak dini.
Dengan kesadaran yang tinggi dan penanganan yang tepat, penderita IBD memiliki peluang besar untuk mengendalikan penyakit dan menjalani kehidupan yang sehat serta aktif meskipun dengan kondisi kronis.
Baca selengkapnya di: www.suara.com