10 Pesawat Antariksa Unik yang Gagal Meluncur ke Orbit

Pesawat ruang angkasa berbentuk pesawat atau spaceplane menawarkan alternatif menarik bagi roket tradisional. Mereka menjanjikan kemampuan terbang ulang, pengoperasian dari landasan pacu biasa, dan efisiensi bahan bakar yang lebih baik, sehingga potensi biaya peluncuran bisa ditekan secara signifikan.

Meski demikian, banyak proyek spaceplane gagal terwujud atau tidak berhasil melakukan penerbangan orbital berulang. Berikut adalah 10 spaceplane eksotis yang cukup ambisius namun terhenti sebelum sukses benar-benar diraih.

10. HOTOL (Horizontal Take-Off and Landing)
HOTOL berasal dari Inggris pada tahun 1980-an, hasil kolaborasi British Aerospace dengan Rolls-Royce. Spaceplane ini hendak menggunakan mesin inovatif RB545 "Swallow" yang memanfaatkan oksigen atmosfer pada awal penerbangan dan beralih ke oksigen cair di luar angkasa.

Teknologi ini menjanjikan penerbangan sekali naik orbit dengan satu tahap, reusable sepenuhnya, dan mendarat seperti pesawat biasa. Namun, masalah teknis dan pendanaan pada akhir 1980-an menggagalkan pengembangan HOTOL sehingga proyek ini dibatalkan.

9. MiG-105
MiG-105 adalah pesawat ruang angkasa berekor pendek dari Uni Soviet dalam program Spiral pada 1970-an. Gorong-gorongnya kompak dan berwujud seperti sepatu kecil dengan tujuan menerbangkan misi suborbital dan mengumpulkan data penting untuk spaceplane orbital.

Pesawat ini melakukan sejumlah penerbangan uji subsonik dan beberapa diuji langsung diluncurkan dari pesawat pembom Tu-95K. Meski data yang diperoleh berharga, proyek Spiral dihentikan dan diganti dengan program Buran. MiG-105 sekarang menjadi koleksi museum.

8. Boeing X-20 Dyna-Soar
X-20 adalah konsep spaceplane milik Amerika Serikat dari akhir 1950-an hingga awal 1960-an untuk misi pengintaian dan penelitian militer. Dirancang untuk diluncurkan dari roket Titan IIIC dan kemudian terbang mandiri ke orbit serta bisa mendarat seperti glider di runway biasa.

Sayangnya, X-20 tidak pernah terbang karena prioritas dialihkan ke program Apollo dan misi pendaratan bulan. Namun, teknologi dan konsepnya berperan penting dalam pengembangan Space Shuttle dan X-37B di masa depan.

7. Lockheed Martin X-33 / VentureStar
X-33 adalah demonstrator teknologi skala kecil untuk VentureStar yang merupakan spaceplane sekali naik orbit dan bisa dipakai ulang. Bentuknya lifting-body tanpa sayap dengan mesin linear aerospike yang lebih efisien pada berbagai ketinggian.

Mesin hidrogen komposit yang digunakan pada tangki bahan bakar mengalami kebocoran saat pengujian. Biaya membengkak dan keterbatasan teknologi akhirnya memaksa NASA membatalkan proyek ini karena teknologi SSTO masih belum matang.

6. Hermes
Hermes adalah proyek ruang angkasa Eropa yang dibiayai oleh European Space Agency pada era 1980-an hingga awal 1990-an. Spaceplane ini dimaksudkan sebagai alternatif Shuttle AS, mampu mengangkut tiga sampai lima astronot ke orbit rendah.

Dengan peluncuran vertikal mengandalkan roket Ariane 5 sebagai pembawa, Hermes dirancang untuk mendarat di landasan pacu dengan kendali horizontal. Pembatasan anggaran dan perubahan politik pasca Perang Dingin menyebabkan penghentian proyek ini.

5. HL-20 Personnel Launch System
HL-20 adalah pesawat ruang angkasa berbasis lifting-body yang dikembangkan di Langley NASA pada akhir 1980-an. Dirancang untuk mengangkut hingga delapan penumpang dan dua kru, dengan pendaratan horizontal dan peluncuran dari roket Titan III atau Atlas.

Kelebihan HL-20 adalah bentuk aerodinamis dan sistem pemulihan yang lebih aman serta perawatan yang rendah, menjadikannya konsep "taksi ruang angkasa". Meskipun tidak pernah diuji terbang, desainnya menginspirasi pesawat Dream Chaser yang muncul belakangan.

4. Sänger II
Sänger II adalah proyek spaceplane Jerman Barat pada 1980-an dengan konsep dua tahap ke orbit yang terinspirasi dari pesawat suborbital Silbervogel pada 1940-an. Dirancang lepas landas horizontal dengan mesin jet hingga kecepatan subsonik, barulah beralih ke roket bahan bakar hidrogen untuk mencapai orbit.

Mesin yang menggunakan prinsip kombinasi udara luar dan roket membuatnya cukup efisien. Namun, proyek ini tidak pernah terwujud dan tetap hanya dalam ranah konsep tanpa uji coba nyata.

3. Rockwell X-30
X-30, bagian dari program NASP Amerika Serikat, merupakan konsep spaceplane SSTO yang mampu terbang hipoersonik dengan mengandalkan mesin scramjet. Pesawat ini dimaksudkan untuk lepas landas dan mendarat horizontal, membawa awak dan kargo secara cepat ke orbit rendah.

Kegagalan dalam pengembangan mesin dan bahan tahan temperatur ekstrem, serta biaya tinggi, mengakibatkan pembatalan program. Meski demikian, penelitian tentang aerodinamika dan mesin scramjet dari X-30 tetap memberikan kontribusi pada pengembangan kecepatan tinggi di masa mendatang.

2. Buran
Buran adalah jawaban Uni Soviet atas Space Shuttle AS, dibangun oleh NPO Molniya dan diluncurkan dengan roket Energia yang super berat. Berbeda dengan Shuttle, Buran tidak memiliki mesin utama yang membuatnya tergantung pada roket Energia untuk mencapai orbit.

Buran melakukan satu kali penerbangan otomatis tanpa awak dengan dua orbit berhasil sebelum mendarat sempurna di landasan pacu. Namun, program dibatalkan setelah Uni Soviet runtuh, dan orbiter yang pernah terbang rusak akibat runtuhnya hangar di 2002.

1. Skylon
Skylon merupakan evolusi dan penerus konsep HOTOL, dikembangkan oleh Reaction Engines Limited sejak akhir 1980-an. Menggunakan mesin SABRE yang unik, mampu menggunakan oksigen atmosfer di ketinggian rendah dan beralih ke oksigen cair untuk dorongan roket di luar angkasa.

Pesawat ini dirancang untuk mengudara dari landasan pacu, melambatkan biaya peluncuran dan dampak lingkungan, serta mengoperasikan berulang kali layaknya pesawat komersial. Sayangnya, hingga 2024 pengembangan Skylon terhenti karena perusahaan mengalami kebangkrutan, menjadikannya mimpi ambisius yang belum terwujud.

Spaceplane memiliki potensi revolusioner dalam transportasi antariksa. Namun, tantangan teknis, biaya tinggi, dan perubahan kebijakan kerap menghambat kemajuan proyek-proyek ini. Meski begitu, beberapa teknologi dan ilmu yang dipelajari pada proyek-proyek gagal ini tetap mewarnai inovasi ruang angkasa masa depan.

Exit mobile version