Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap bahwa terdakwa Delpedro Marhaen bersama tiga rekannya diduga mengunggah sekitar 80 konten bernuansa hasutan di media sosial. Konten tersebut diduga bertujuan untuk menimbulkan kebencian terhadap pemerintah dan diunggah dalam rentang waktu enam hari, yakni 24-29 Agustus 2025.
Pernyataan ini disampaikan JPU Yoklina Sitepu saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa, 16 Desember 2025. Jaksa menilai unggahan tersebut mengajak pelajar ikut serta dalam aksi yang berujung kerusuhan dan anarkis di sejumlah titik strategis.
Penyebaran Konten Hasutan Secara Terkoordinasi
Menurut JPU, keempat terdakwa mengelola akun media sosial masing-masing yang digunakan untuk menyebarkan konten dimaksud. Terdakwa Delpedro Marhaen Rismansyah adalah Direktur Lokataru Foundation. Muzaffar Salim bertindak sebagai staf Lokataru, Syahdan Husein mengelola akun Gejayan Memanggil, dan Khariq Anhar berperan sebagai admin Aliansi Mahasiswa Penggugat.
Jaksa menegaskan penyebaran konten dilakukan secara bersama-sama dan terkoordinasi. Narasi dalam konten tersebut dianggap mampu memengaruhi pelajar, mayoritas masih di bawah umur, untuk ikut dalam aksi anarkis di depan Gedung DPR RI, Polda Metro Jaya, dan lokasi lain.
Unggahan yang Jadi Sorotan Jaksa
Salah satu unggahan yang disorot adalah poster bertuliskan "bantuan hukum pelajar yang turun ke jalan" dengan caption yang mengajak pelajar tidak takut menghadapi intimidasi atau kriminalisasi. Poster ini diunggah oleh terdakwa Muzaffar Salim dan diposting ulang oleh beberapa akun lain.
Jaksa menilai unggahan tersebut dapat menimbulkan kebencian kepada aparat kepolisian dan berkontribusi pada eskalasi kerusuhan. Surat dakwaan yang dibacakan selama hampir tiga jam tersebut menyoroti berbagai konten yang dianggap mendorong perusakan fasilitas umum serta menyebabkan keresahan di masyarakat.
Dakwaan Hukum terhadap Para Terdakwa
Atas perbuatannya, keempat terdakwa didakwa melanggar Pasal 76H juncto Pasal 15 juncto Pasal 87 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pelanggaran ini terkait dengan penghasutan anak di bawah umur untuk ikut dalam kerusuhan dan aksi anarkis.
Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) serta Pasal 28 ayat (3) juncto Pasal 45A ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dakwaan tambahan berupa Pasal 160 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juga dikenakan kepada mereka.
Pengaruh dan Risiko Penyebaran Konten Hasutan di Medsos
Kasus ini mengingatkan kembali bahaya penyebaran konten hasutan di media sosial yang dapat menggerakkan kelompok rentan seperti pelajar. Penyebaran informasi elektronik yang bersifat provokatif berpotensi memicu tindakan anarkis dan merusak ketertiban umum.
JPU menilai koordinasi dan kolaborasi dalam penyebaran konten ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk mempengaruhi opini dan perilaku anak muda. Kasus ini juga menandai pengawasan hukum yang ketat terkait penyalahgunaan media sosial demi kepentingan politik dan sosial yang merugikan.
Jaksa akan terus mendalami bukti dan keterangan selama proses persidangan guna menegakkan hukum secara adil. Sidang berikutnya diharapkan dapat memperjelas peran masing-masing terdakwa dalam tuduhan penyebaran konten hasutan tersebut.
Baca selengkapnya di: www.medcom.id