Fitur seperti likes dan komentar di media sosial berperan penting dalam membentuk tekanan psikologis pada remaja. Psikolog Vera Itabiliana menjelaskan bahwa interaksi di bawah unggahan media sosial sering dianggap sebagai ukuran penerimaan sosial.
Remaja menilai keberadaan dirinya melalui jumlah likes dan komentar yang mereka terima. Bahkan fluktuasi jumlah likes bisa memengaruhi suasana hati mereka sepanjang hari.
Selain likes, fitur repost dan share juga menjadi indikator validasi eksistensi diri bagi remaja. Mereka merasa mendapat pengakuan sosial jika kontennya dibagikan ulang oleh orang lain.
Beberapa remaja bahkan sampai menghapus unggahan bila interaksinya dianggap kurang memuaskan. Hal ini mengindikasikan adanya tekanan untuk terus mendapatkan respons positif dari lingkungan maya.
Media sosial juga memunculkan rasa takut ketinggalan informasi atau fear of missing out (FOMO) yang semakin memperkuat tekanan psikologis. Perasaan ini memicu kecemasan dan kebutuhan untuk selalu aktif dalam dunia digital.
Remaja kerap membandingkan dirinya dengan orang lain yang terlihat sempurna di media sosial. Perbandingan ini menyentuh aspek penampilan, prestasi, dan gaya hidup yang ideal tetapi tidak realistis.
Tekanan untuk tampil sempurna meningkatkan risiko stres, gangguan tidur, hingga masalah kesehatan mental lainnya seperti depresi dan kecemasan. Kondisi ini diperparah oleh waktu penggunaan media sosial yang berlebihan terutama saat malam hari.
Vera menekankan pentingnya pendampingan orang tua dan lingkungan supaya remaja bisa menggunakan media sosial secara sehat. Media sosial harus menjadi ruang berekspresi dan membangun koneksi sosial positif.
Berikut beberapa cara yang direkomendasikan untuk mengurangi tekanan psikologis dari media sosial pada remaja:
1. Berikan batasan waktu penggunaan media sosial agar tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
2. Dorong remaja memilih lingkar pertemanan yang mendukung dan menghindari konten negatif.
3. Ajarkan untuk tidak terlalu bergantung pada validasi dari likes dan komentar.
4. Dampingi remaja dalam memahami bahwa kehidupan di media sosial tidak selalu mencerminkan kenyataan.
5. Ciptakan komunikasi terbuka agar remaja merasa nyaman membagikan perasaan terkait pengaruh media sosial.
Pemahaman tentang dampak psikologis media sosial sangat penting bagi orang tua dan pendidik. Intervensi yang tepat dapat membantu mengurangi tekanan dan menjaga kesehatan mental remaja.
Dengan pendekatan yang benar, media sosial tetap dapat menjadi alat positif untuk belajar dan membangun hubungan sosial. Remaja didorong supaya tidak terjebak dalam tekanan validasi digital yang berlebihan.
Baca selengkapnya di: www.beritasatu.com